Perang
aceh merupakan perang terlama dalam sejarah kolonial, terjadi selama kurang
lebih 30 Tahun lamanya.
Dalam sejarah perang kolonial terdapat
beberapa perang besar seperti perang jawa atau perang diponogoro yang terjadi
pada kurun waktu 5 tahun (1825-1830).
Perang
Aceh terjadi selama 30 Tahun (1873-1904).
Teori
tersebut didasarkan pada penelitian furnivall, seorang peneliti yang banyak
mengkaji tentang sejarah hindia Belanda.
Dimulai
pada Tahun 1873, belanda mengobarkan perang melalui pernyataan perang tanggal
26 maret 1873, Hingga berakhir perang Aceh berakhir Tahun 1904.
Perang
tersebut memiliki makna perang sabil, atau perang jihad fi sabilillah bagi
rakyat aceh. Orang aceh menyebut orang Belanda sebagai awak kafee, atau orang
kafir.
Hal
itu mengisyaratkan perang Aceh memiliki makna Jihad Fi Sabilillah. Karena
umumnya bagi sebagian masyarakat Aceh, Belanda dengan pemerintahannya adalah
penjajah negeri Aceh.
Aceh
itu perang tersebut memiliki arti politis bagi kesultanan Aceh karena sejak
lama antara Aceh dengan Belanda sering berkonflik terutama dalam kepentingannya
di selat Malaka.
Dalam
perang tersebut, perang ulama besar pengaruhnya dalam masyarakat Aceh.
Berbagai
teori menyebutkan, terutama Dr. Snouk Hungronye
menyebutkan signifikansi peran ulama besar dalam menggalang kekuatan
Rakyat selama perang berlangsung.
Salah
satu faktor yang membuat terjadinya perang yang terlama dalam sejarah perang
kolonial Belanda adalah pengaruh Ulama dalam mengobarkan semangat perang.
Perang
Aceh memiliki arti penting bagi Rakyat Aceh. Perlawanan terhadap kolonialisme
Belanda, dimana belanda memiliki kepentingan ekonomi Dan politis melalui
perjanjian sumatera atau yang disebut traktat sumatera.
Melalui
traktat itu Belanda menginginkan sumatera termasuk Aceh. Hingga melahirkan
perang Aceh yang bermula Tahun 1873.
Dalam
perang Aceh tersebut antara bangsawan Aceh Dan ulama memiliki peran dalam
perang tersebut. Tetapi Ulama memiliki peranan yang lebih Signifikan dari pada
kepemimpinan Para Bangsawan Aceh.
Sejak
lama belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak tahun 1858. Di
mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada
Belanda.
padahaldaerah-daerah
itu sejak zaman Sultan Iskandar Muda berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda
melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824.
Isi
perjanjian London ialah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas
kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara .
Keduanya
mengakui kedaulatan Aceh. Akibat belanda melanggar batas wilayah itu membuat
Aceh menuduh Belanda tak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yg
lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh.
Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh
mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia,
Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada
tahun 1871.
Kerajaan
Aceh di masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah berada dalam keadaan makmur.
Kapal-kapal dagang berdatangan dari berbagai negeri membongkar dan memuat
barang.
Sultan
Aceh Darussalam dengan Komisaris Pemerintah Belanda Nieuwenhuijzen yang berada
di atas kapal perang Citadel van Antwerpen mengadakan pertemuan antara
keduanya.
tetapi tidak terjadi kesepakatan diantara
kedua belah pihak, maka surat pernyataan perang belanda kepada kerajaan Aceh
dikirim pada tanggal 26 Maret 1873, disampaikan kepada Sultan pada tanggal 1
April 1873.
Pada
tahun itu, kesultanan Aceh tidak lagi Belanda, sebab Sultan Deli mengadakan
perjanjian kerjasama dengan Belanda dengan memperbolehkan Belanda membuka
perkebunan tembakau besar-besaran di Deli.
Keuntungan
yang besar, pembukaan terusan Suez, posisi strategis Aceh dan ketamakan Belanda
serta Inggris membuat Aceh waspada.
Pada akhir Nopember 1871 lahirlah apa yang
disebut Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas Inggris wajib berlepas
diri di wilayah di Sumatera.
Keinginan
Gubernur Jenderal Loudon adalah segera sesudah tangal 18 Februari 1873 akan
mengirimkan Nieuwenhuyzen bersama beberapa kapal perang ke Aceh.
Pasukan
ekspedisinya akan menyusul kemudian. Tetapi keadaan armada Negara begitu buruk,
sehingga baru pada tanggal 7 Maret 1873 dua kapal perang siap berlayar.
Walaupun
demikian Aceh telah mempersiapkan diri untuk menghadapi penyerbuan pasukan
Belanda, dengan jalan membuat benteng-benteng dan kubu-kubu pertahanan
sepanjang pantai yang diperhitungkan akan menjadi tempat pendaratan pasukan
musuh.
Gubernur
Hindia Belanda memiliki kewajiban untuk membersihkan segala rintangan dalam
memelihara kepentingan umum atas perniagaan dan pelayaran di kepulauan Hindia
Timur.
Ternyata
kepentingan umum itu telah terganggu oleh berlanjutnya pertentangan antara
diantara pihak kesultanan Aceh, diantaranya ada yang telah datang meminta
bantuan Gubernur Hindia Belanda.
Sejak
awal pemerintah kerajaan Aceh telah meyakinkan bahwa pemerintah kolonial
Belanda telah siap untuk menjajah Aceh.
maka sultan mengirimkan surat balasan yang
isinya ditujukan untuk menolak dengan tajam surat komisaris Nieuwenhuijzen
bertanggal 27 Maret 1873.
Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari
Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat,
Kabupaten Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak
Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.
sebab
perang Aceh
Secara
umum perang aceh dapat terjadi karena :
1.
Belanda telah melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah Perjanjian London
1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan
tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis
lintang Singapura. Melalui perjanjian itu, keduanya mengakui kedaulatan Aceh.
2.
Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang
lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini
didukung Britania.
3.
Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh
menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.
4.
Ditandatanganinya Perjanjian London tahun 1824 antara Inggris dan Belanda, yang
isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan
di Aceh.
Belanda
harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania
bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada
Britania.
5. Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh
mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia,
Kesultanan Usmaniyah di Singapura.
Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada
tahun 1871. Hal inilah yang membuat Belanda mempercepat agresinya terhadap
Kesultanan Aceh.
6.
Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki di
Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh.
Wakil
Presiden Dewan Hindia Belanda, Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah
tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura, tetapi Sultan Machmud menolak
secara tegas untuk memberikan keterangan.
serangan
belanda pertama dalam perang aceh
Maka
tanggal 5 April 1873, Tentara belanda menyerbu aceh dengan dipimpin oleh
Jenderal Kohler, dengan kekuatan 168 orang perwira dan 3198 serdadu Belanda dan
prajurit sewaan, yang dilakukan pada pagi hari tanggal 10 Muharram 1290
melakukan serangan pertamanya ke Aceh.
Dalam
perang selama kurang lebih setengah bulan tersebut, tentara belanda dihancurkan
oleh Angkatan Perang Aceh, sehingga setelah 18 hari bertempur dengan sia-sia,
sisa-sisa serdadu Belanda melarikan diri meninggalkan Aceh.
Dengan
meninggalkan sekian korban jiwa serdadunya vang tewas sementara Mavor Jendral
J.H.R. Kohler pada tanggal 15 April 1873 masih sempat dilarikan ke kapal,
sedangkan komisaris Nieuwenhuijzen kembali ke Penang dengan kapal perang
Citadel van Antwerpen.
Perang
tersebut selain telah memusnahkan puluhan ribu serdadu-serdadu Belanda dan
prajurit sewaan, juga telah menampilkan ke arena dunia internasional
mujahid-mujahid dan pahlawan-pahlawan perang Aceh yang terkenal, seperti Teuku
Cik Muhammad Saman Tiro,Teuku Panglima Polem, dll.
Serangan
belanda kedua
Kegagalan
total dalam agresinya yang pertama tidak membuat Belanda menjadi sadar, malah
dengan angkuh Belanda mempersiapkan agresi keduanya, yang didahului dengan
gerakan subversif dan pengintipan di bawah pimpinan konsulnya di Penang,
bernama G. Lavino.
Pada
tanggal 28 Nopember 1873 tentara kolonial Belanda di bawah pimpinan van Swieten
tiba di pelabuhan Aceh dan pada tanggal 9 Desember 1873 .
tentara
kolonial Belanda dibawah pimpinan Mayor Jendral Verspijck mendarat dipantai
Kuala Lue dan besoknya berkumpul di Kuala Gigieng.
setelah
enam hari kemudian mereka baru dapat mencapai Kuala Aceh, yang kemudian menuju
Peunayong dan Gampong Jawa.
di mana sejak hari pertama mereka mendarat
sampai direbutnya pusat pemerintahan kerajaan, perlawanan yang didapat dari
prajurit dan rakyat aceh sangat besar.
Setelah
menderita korban yang sangat banyak, maka pada tanggal 24 Januari 1873
bertepatan dengan 6 Zulhijjah 1290, panglima agresi Letnan Jendral J. van
Swieten dapat menduduki istana kerajaan yang telah dikosongkan.
pada saat itu dia mengirim kabar kemenangannya
kepada Gubernur Jendral Loudon di Jakarta. Tetapi meskipun Belanda dapat
menduduki istana di Kutaraja, bukan berarti perang selesai, perang Aceh terus
berkobar di luar ibukota.
Berbagai
pemimpin perlawanan seperti Teuku Chik di Tiro di Pidie, Teuku Umar di meulaboh
dan Aceh besar, habib habiburohman di Lambaro, Montasik. Cut nyak Dien di
meulaboh, serta tokoh-tokoh ulama terus memperjuangkan perlawanan terhadap
Belanda.
Hingga
perang Aceh berkobar hingga 30 tahun lamanya. Ada pula teori lainnya yang
mengatakan jika perang Aceh baru selesai 40 tahun (1913).yang merupakan sejarah
perang kolonial terlama yang dialami oleh penjajah.
Hikayat
Perang Sabil dan Meunasah
Kata
Meunasah atau disebut juga dengan meulasah, beunasah, beulasah, berasal dari
bahasa arab yaitu Madrasah. yang artinya; sekolah .
Kata madrasah itu sendiri berasal dari bahasa
arab yaitu bentuk kata dari darasa, yadrusu, darsan, yang berarti belajar.
Jadi, madrasah/meunasah berarti tempat
belajar. Sebutan ini menunjuk kepada fungsi utama madrasah dalam dunia Islam,
yaitu tempat belajar.
Menurut
sejarahnya bangunan semacam meunasah ini sudah ada semenjak berkembangnya agama
Hindu di Aceh, dengan nama uma galangan ( tempat ibadah ) .
Namun
setelah Islam tersiar di Aceh lalu timbulah usaha ulama merubah bangunan
tersebut menjadi madrasah atau munasah/meulasah hingga kini orang aceh
menyebutnya sebagai Meunasah.
Organisasi
tradisonal sebuah meunasah di gampong sangat sederhana. Biasanya untuk
kelancaran meunasah ditunjuk seorang ahli agama yang disebut dengan peutua
meunasah (ketua meunasah) atau disebut
juga sebagai teungku atau keuchik.
Selama
perang kolonial Belanda, Meunasah memegang peranan penting dalam pengerahan
tenaga pejuang ke medan pertempuran maupun dalam menumbuhkan semangat juang
rakyat secara masal.
Terutama melalui pembacaan Hikayat Perang Sabi
di meunasah-meunasah, dayah-dayah, rangkang, dan Masjid. Bahkan ada dayah dan
meunasah seperti di sekitar Batee Iliek, di Aceh Utara yang langsung menjadi pusat pertahanan rakyat
Aceh.
Selama
perjuangan rakyat Aceh melawan belanda, pembacaan Hikayat Perang Sabil atau
Hikayat Prang Sabi yang mempunyai andil besar dalam sejarah perang Aceh.
Diakui
berbagai pihak, Hikayat tersebut telah berhasil membakar semangat juang Muslim
Aceh dalam melawan penjajah Kolonial Belanda.
di sisi lain pengarangnya juga berhasil
menanam benih Jihad dalam jiwa, rohani mereka dan sebagai dasar dari perjuangan masyarakat Aceh.
Di
Aceh sebuah Meunasah didirikan di tiap-tiap gampong (desa/kampung), dan secara
kultural meunasah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
komunitas gampong (kampung).
Yakni
berfungsi sebagai untuk berkumpul, bersilaturahmi dan melakukan aktivitas
keagamaan.
Jadi
perang Aceh merupakan perang terlama yang dialami pemerintah Belanda, tidak
terhitung jumlah tentara Belanda yang tewas.
Perang
Aceh terjadi selama 30 Tahun lamanya, wa alaupun Ada pula teori lainnya yang
mengatakan jika perang Aceh baru berakhir Tahun 1908 (35 Tahun). Ada pula
peneliti Dan sejarahwan yang beranggapan jika perang Aceh berakhir Tahun 1908.
Sumber
Diambil dari :
Muhammad
said, Aceh sepanjang Abad
Sejarah
Indonesia, universitas terbuka
baca juga artikel lainnya
BalasHapusijin share yah kak
BalasHapussurah al kahfi
Baca juga artikel lainnya
BalasHapusBaca juga artikel lainnya
BalasHapus