Kamis, 16 Mei 2019

Perang Aceh, sejarah perang kolonial belanda terlama



Perang Aceh, kisah perang kolonial belanda terlama











 Masjid Baitturahman, saksi bisu perjuangan rakyat Aceh melawan kolonial Belanda





















Perang aceh merupakan perang terlama dalam sejarah kolonial, terjadi selama kurang lebih 30 Tahun lamanya.

 

 

 

 Dalam sejarah perang kolonial terdapat beberapa perang besar seperti perang jawa atau perang diponogoro yang terjadi pada kurun waktu 5 tahun (1825-1830).

 

 

 

 

Perang Aceh terjadi selama 30 Tahun (1873-1904).

Teori tersebut didasarkan pada penelitian furnivall, seorang peneliti yang banyak mengkaji tentang sejarah hindia Belanda.

 

 

 

Dimulai pada Tahun 1873, belanda mengobarkan perang melalui pernyataan perang tanggal 26 maret 1873, Hingga berakhir perang Aceh berakhir Tahun 1904.

 

 

 

Perang tersebut memiliki makna perang sabil, atau perang jihad fi sabilillah bagi rakyat aceh. Orang aceh menyebut orang Belanda sebagai awak kafee, atau orang kafir.

 

 

 

 

Hal itu mengisyaratkan perang Aceh memiliki makna Jihad Fi Sabilillah. Karena umumnya bagi sebagian masyarakat Aceh, Belanda dengan pemerintahannya adalah penjajah negeri Aceh.

 

 

Aceh itu perang tersebut memiliki arti politis bagi kesultanan Aceh karena sejak lama antara Aceh dengan Belanda sering berkonflik terutama dalam kepentingannya di selat Malaka.

 

 

Dalam perang tersebut, perang ulama besar pengaruhnya dalam masyarakat Aceh.

 

 

 

Berbagai teori menyebutkan, terutama Dr. Snouk Hungronye  menyebutkan signifikansi peran ulama besar dalam menggalang kekuatan Rakyat selama perang berlangsung.

 

 

 

 

 

Salah satu faktor yang membuat terjadinya perang yang terlama dalam sejarah perang kolonial Belanda adalah pengaruh Ulama dalam mengobarkan semangat perang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Perang Aceh memiliki arti penting bagi Rakyat Aceh. Perlawanan terhadap kolonialisme Belanda, dimana belanda memiliki kepentingan ekonomi Dan politis melalui perjanjian sumatera atau yang disebut traktat sumatera.

 

 

Melalui traktat itu Belanda menginginkan sumatera termasuk Aceh. Hingga melahirkan perang Aceh yang bermula Tahun 1873.

 

 

 

Dalam perang Aceh tersebut antara bangsawan Aceh Dan ulama memiliki peran dalam perang tersebut. Tetapi Ulama memiliki peranan yang lebih Signifikan dari pada kepemimpinan Para Bangsawan Aceh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sejak lama belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak tahun 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda.

 

 

 

 

 

padahaldaerah-daerah itu sejak zaman Sultan Iskandar Muda berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824.

 

 

 

 

Isi perjanjian London ialah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara .

 

 

 

 

Keduanya mengakui kedaulatan Aceh. Akibat belanda melanggar batas wilayah itu membuat Aceh menuduh Belanda tak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yg lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh.

 

 

 

 Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.

 

 

 

 

Kerajaan Aceh di masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah berada dalam keadaan makmur. Kapal-kapal dagang berdatangan dari berbagai negeri membongkar dan memuat barang.

 

 

 

 

Sultan Aceh Darussalam dengan Komisaris Pemerintah Belanda Nieuwenhuijzen yang berada di atas kapal perang Citadel van Antwerpen mengadakan pertemuan antara keduanya.

 

 

 

 

 tetapi tidak terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak, maka surat pernyataan perang belanda kepada kerajaan Aceh dikirim pada tanggal 26 Maret 1873, disampaikan kepada Sultan pada tanggal 1 April 1873.

 

 

 

 

Pada tahun itu, kesultanan Aceh tidak lagi Belanda, sebab Sultan Deli mengadakan perjanjian kerjasama dengan Belanda dengan memperbolehkan Belanda membuka perkebunan tembakau besar-besaran di Deli.

 

 

 

Keuntungan yang besar, pembukaan terusan Suez, posisi strategis Aceh dan ketamakan Belanda serta Inggris membuat Aceh waspada.

 

 

 

 Pada akhir Nopember 1871 lahirlah apa yang disebut Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas Inggris wajib berlepas diri di wilayah di Sumatera.

 

 

Keinginan Gubernur Jenderal Loudon adalah segera sesudah tangal 18 Februari 1873 akan mengirimkan Nieuwenhuyzen bersama beberapa kapal perang ke Aceh.

 

 

 

Pasukan ekspedisinya akan menyusul kemudian. Tetapi keadaan armada Negara begitu buruk, sehingga baru pada tanggal 7 Maret 1873 dua kapal perang siap berlayar.

 

 

 

 

Walaupun demikian Aceh telah mempersiapkan diri untuk menghadapi penyerbuan pasukan Belanda, dengan jalan membuat benteng-benteng dan kubu-kubu pertahanan sepanjang pantai yang diperhitungkan akan menjadi tempat pendaratan pasukan musuh.

 

 

Gubernur Hindia Belanda memiliki kewajiban untuk membersihkan segala rintangan dalam memelihara kepentingan umum atas perniagaan dan pelayaran di kepulauan Hindia Timur.

 

 

 

Ternyata kepentingan umum itu telah terganggu oleh berlanjutnya pertentangan antara diantara pihak kesultanan Aceh, diantaranya ada yang telah datang meminta bantuan Gubernur Hindia Belanda.

 

 

 

Sejak awal pemerintah kerajaan Aceh telah meyakinkan bahwa pemerintah kolonial Belanda telah siap untuk menjajah Aceh.

 

 

 

 

 maka sultan mengirimkan surat balasan yang isinya ditujukan untuk menolak dengan tajam surat komisaris Nieuwenhuijzen bertanggal 27 Maret 1873.

 

 

 

 

 Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Kabupaten Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

sebab perang Aceh

 

 

 

 

Secara umum perang aceh dapat terjadi karena :

 

 

 

 

 

 

 

1. Belanda telah melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah Perjanjian London 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Melalui perjanjian itu, keduanya mengakui kedaulatan Aceh.

 

 

 

2. Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.

 

 

 

3. Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.

 

 

 

 

4. Ditandatanganinya Perjanjian London tahun 1824 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh.

 

 

 

Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.

 

 

 

 

5.  Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura.

 

 

 

 

 Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871. Hal inilah yang membuat Belanda mempercepat agresinya terhadap Kesultanan Aceh.

 

 

 

 

6. Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh.

 

 

 

Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda, Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura, tetapi Sultan Machmud menolak secara tegas untuk memberikan keterangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

serangan belanda pertama dalam perang aceh

 

 

 

 

Maka tanggal 5 April 1873, Tentara belanda menyerbu aceh dengan dipimpin oleh Jenderal Kohler, dengan kekuatan 168 orang perwira dan 3198 serdadu Belanda dan prajurit sewaan, yang dilakukan pada pagi hari tanggal 10 Muharram 1290 melakukan serangan pertamanya ke Aceh.

 

 

 

 

Dalam perang selama kurang lebih setengah bulan tersebut, tentara belanda dihancurkan oleh Angkatan Perang Aceh, sehingga setelah 18 hari bertempur dengan sia-sia, sisa-sisa serdadu Belanda melarikan diri meninggalkan Aceh.

 

 

 

Dengan meninggalkan sekian korban jiwa serdadunya vang tewas sementara Mavor Jendral J.H.R. Kohler pada tanggal 15 April 1873 masih sempat dilarikan ke kapal, sedangkan komisaris Nieuwenhuijzen kembali ke Penang dengan kapal perang Citadel van Antwerpen.

 

 

 

 

Perang tersebut selain telah memusnahkan puluhan ribu serdadu-serdadu Belanda dan prajurit sewaan, juga telah menampilkan ke arena dunia internasional mujahid-mujahid dan pahlawan-pahlawan perang Aceh yang terkenal, seperti Teuku Cik Muhammad Saman Tiro,Teuku Panglima Polem, dll.

 

 

 

 

 

 

 

 

Serangan belanda kedua

 

 

 

 



Kegagalan total dalam agresinya yang pertama tidak membuat Belanda menjadi sadar, malah dengan angkuh Belanda mempersiapkan agresi keduanya, yang didahului dengan gerakan subversif dan pengintipan di bawah pimpinan konsulnya di Penang, bernama G. Lavino.

 

 

 

 



Pada tanggal 28 Nopember 1873 tentara kolonial Belanda di bawah pimpinan van Swieten tiba di pelabuhan Aceh dan pada tanggal 9 Desember 1873 .

 

 



tentara kolonial Belanda dibawah pimpinan Mayor Jendral Verspijck mendarat dipantai Kuala Lue dan besoknya berkumpul di Kuala Gigieng.

 

 

 

setelah enam hari kemudian mereka baru dapat mencapai Kuala Aceh, yang kemudian menuju Peunayong dan Gampong Jawa.

 

 

 

 di mana sejak hari pertama mereka mendarat sampai direbutnya pusat pemerintahan kerajaan, perlawanan yang didapat dari prajurit dan rakyat aceh sangat besar.

 

 

 

Setelah menderita korban yang sangat banyak, maka pada tanggal 24 Januari 1873 bertepatan dengan 6 Zulhijjah 1290, panglima agresi Letnan Jendral J. van Swieten dapat menduduki istana kerajaan yang telah dikosongkan.

 

 

 


pada saat itu dia mengirim kabar kemenangannya kepada Gubernur Jendral Loudon di Jakarta. Tetapi meskipun Belanda dapat menduduki istana di Kutaraja, bukan berarti perang selesai, perang Aceh terus berkobar di luar ibukota.

 





Berbagai pemimpin perlawanan seperti Teuku Chik di Tiro di Pidie, Teuku Umar di meulaboh dan Aceh besar, habib habiburohman di Lambaro, Montasik. Cut nyak Dien di meulaboh, serta tokoh-tokoh ulama terus memperjuangkan perlawanan terhadap Belanda.

 



Hingga perang Aceh berkobar hingga 30 tahun lamanya. Ada pula teori lainnya yang mengatakan jika perang Aceh baru selesai 40 tahun (1913).yang merupakan sejarah perang kolonial terlama yang dialami oleh penjajah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hikayat Perang Sabil dan Meunasah

 

 

 

 

 

Kata Meunasah atau disebut juga dengan meulasah, beunasah, beulasah, berasal dari bahasa arab yaitu Madrasah. yang artinya; sekolah .

 

 

 

 Kata madrasah itu sendiri berasal dari bahasa arab yaitu bentuk kata dari darasa, yadrusu, darsan, yang berarti belajar.

 

 

 

 Jadi, madrasah/meunasah berarti tempat belajar. Sebutan ini menunjuk kepada fungsi utama madrasah dalam dunia Islam, yaitu tempat belajar.

 

 

Menurut sejarahnya bangunan semacam meunasah ini sudah ada semenjak berkembangnya agama Hindu di Aceh, dengan nama uma galangan ( tempat ibadah ) .

 

 

 

Namun setelah Islam tersiar di Aceh lalu timbulah usaha ulama merubah bangunan tersebut menjadi madrasah atau munasah/meulasah hingga kini orang aceh menyebutnya sebagai Meunasah.

 

 

 

Organisasi tradisonal sebuah meunasah di gampong sangat sederhana. Biasanya untuk kelancaran meunasah ditunjuk seorang ahli agama yang disebut dengan peutua meunasah (ketua meunasah)  atau disebut juga sebagai teungku atau keuchik.

 

 

 

Selama perang kolonial Belanda, Meunasah memegang peranan penting dalam pengerahan tenaga pejuang ke medan pertempuran maupun dalam menumbuhkan semangat juang rakyat secara masal.

 

 

 

 Terutama melalui pembacaan Hikayat Perang Sabi di meunasah-meunasah, dayah-dayah, rangkang, dan Masjid. Bahkan ada dayah dan meunasah seperti di sekitar Batee Iliek, di Aceh Utara  yang langsung menjadi pusat pertahanan rakyat Aceh.

 

 

 

Selama perjuangan rakyat Aceh melawan belanda, pembacaan Hikayat Perang Sabil atau Hikayat Prang Sabi yang mempunyai andil besar dalam sejarah perang Aceh.

 

 

 

Diakui berbagai pihak, Hikayat tersebut telah berhasil membakar semangat juang Muslim Aceh dalam melawan penjajah Kolonial Belanda.

 

 

 

 di sisi lain pengarangnya juga berhasil menanam benih Jihad dalam jiwa, rohani mereka dan sebagai dasar  dari perjuangan masyarakat Aceh.

 

 

Di Aceh sebuah Meunasah didirikan di tiap-tiap gampong (desa/kampung), dan secara kultural meunasah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan komunitas gampong (kampung).

 

 

 

Yakni berfungsi sebagai untuk berkumpul, bersilaturahmi dan melakukan aktivitas keagamaan.

 

 

 

Jadi perang Aceh merupakan perang terlama yang dialami pemerintah Belanda, tidak terhitung jumlah tentara Belanda yang tewas.

 

 

 

 

 

Perang Aceh terjadi selama 30 Tahun lamanya, wa alaupun Ada pula teori lainnya yang mengatakan jika perang Aceh baru berakhir Tahun 1908 (35 Tahun). Ada pula peneliti Dan sejarahwan yang beranggapan jika perang Aceh berakhir Tahun 1908.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber Diambil dari :

 

 

 

 

Muhammad said, Aceh sepanjang Abad

 

Sejarah Indonesia, universitas terbuka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 











4 komentar: