Kisah
nyata, orang cina, pribumi dan melayu pun pernah menjadi antek belanda
kisah
orang keturunan melayu yang bekerja pada kompeni
keberadaan
orang melayu di jakarta tempo dulu atau yang dikenal dengan nama batavia sejak
lama telah menghuni kota multietnis tersebut.
Hal
teesebut karena banyaknya orang yang melayu yang bermigrasi ke batavia pada
pertengahan abad XVII.
Berdasarkan
data kependudukan yang dikeluarkan oleh pemerintah kompeni belanda tahun 1673,
jumlah orang melayu kurang lebih 611 orang yang bermukim di dalam tembok kota.
walaupun
jumlah orang-orang melayu yang bermukim di dalam wilayah tembok kota batavia masih
berjumlah lebih sedikit dari pada orang cina, eropa dan belanda.
disamping
itu, selain menjadi pedagang, ada juga orang melayu yang berkerja untuk kompeni
belanda atau vereninging oost indische compagnie.
pada
masa itu dikenal sebuah nama, yakni encik wan abdul bagus. Yang merupakan salah
seorang keturunan melayu yang bekerja pada kompeni.
Nama
dari daerah kampung melayu di jakarta pun tidak terpisahkan dengan tokoh encik
wan abdul bagus tersebut.
wan
abdul bagus menjadi salah satu bawahan bagi kompeni penjajah belanda. ketika jakarta pada masa lampau masih bernama
batavia, wan abdul bagus, seorang melayu berkerja menjadi bagian dari hirearki
pemerintahan kompeni belanda.
wan
abdul bagus pernah bekerja sebagai juru administrasi untuk kepentingan
pemerintahan kompeni belanda, selain itu ia juga pernah menjadi juru bahasa
untuk kepentingan kompeni.
ia juga pernah ikut dalam pasukan tentara
kompeni ketika terjadi perang di dalam kesultanan banten, dimana ditugaskan
untuk membantu sultan haji.
wan
abdul bagus, orang melayu bawahan kompeni juga pernah ditugaskan ke sumatera
barat, menjadi wakil dan juru bicara
kompeni disana.
dengan
bekerja pada kompeni belanda, wan abdul bagus menjadi salah seorang melayu
terkaya. bahkan ia juga memiliki kereta kuda, sama seperti dimiliki oleh
petinggi kompeni.
di
batavia pada era dahulu, kereta kuda merupakan barang mewah, hanya petinggi
kompeni yang punya dan jumlahnya sedikit. tetapi wan abdul bagus memiliki hal tersebut.
kisah
lainnya adalah enci awang, seorang melayu yang bekerja pada kompeni belanda.
enci awang memiliki tanah yang luas di kawasan
yang disebut "cawang" saat ini.
bahkan
menurut beberapa sumber, nama kawasan cawang di jakarta timur diambil dari singakatan
nama dari orang keturunan melayu tersebut. enci awang bekerja untuk kompeni, ia
juga beroleh tanah yang luas di kawasan cawang.
enci
awang dan wan abdul bagus hanyalah contoh kecil dari kisah-kisah orang
keturunan melayu yang bekerja untuk kongsi dagang belanda, atau yang dikenal
dengan nama Vereninging of indische compagnie. atau yang dikenal dengan sebutan
VOC kompeni belanda.
kisah
orang cina yang bekerja pada kompeni
Selain
orang melayu, orang cina pun ada yang bekerja pada pemerintahan kompeni. Di
samping menjadi pedagang, adajuga orang-orang cina yang bekerja menjadi bawahan
belanda dan kompeni.
dalam
tubuh vereninging oost indishe compagnie, terdapat orang-orang cina juga. Bukan
hanya orang-orang eropa dan belanda.
terlebih
lagi pada awal pembangunan kota batavia, atau jakarta tempo dulu. Orang-orang
kompeni banyak mengandalkan orang cina dalam pembangunan awal ekonomi kota
tersebut.
pada
awal pembangunan kota batavia, atau kota jakarta pada zaman dahulu jumlah orang
cina di kota tersebut sedikit hanya sekitar 400 orang,
mereka
difasilitasi oleh sebuah dewan yang bernama dewan kongkoan yang dikepalai oleh
kapiten cina bernama souw beng kong.
Tugas
dewan kongkoan adalah sebagai tempat/wadah bagi orang-orang cina dan menyipkan hal-hal upacara keagamaan serta
memfasilitasi upacara pemakaman bila ada orang tionghoa yang meninggal.
Adalah
Gubernur Jenderal J.P. Coen, pemimpin kongsi dagang belanda ( VOC ) ke 4 dan ke
6 yang banyak mendatangkan orang cina ke batavia.
saat
itu Gubernur Jenderal J.P Coen merasa pesimis dengan kinerja orang-orang Eropa
karena jumlah mereka sedikit.
Lagi
pula banyak dari orang eropa yang hidupnya makmur dan telah menjadi tuan tanah.
Hingga gubernur jenderal merasa tidak dapat mengandalkan orang belanda untuk
membangun ekonomi kota yang baru berdiri.
Maka
J.P coen menyampaikan keluhannya melalui surat-surat pada Heren Seventien atau
dewan pusat VOC di Amsterdam, negeri belanda.
Maka
tahun 1622, Pihak Kongsi dagang belanda, VOC mengirimkan kapal-kapal dagangnya
ke cina.
Untuk
mengangkut orang-orang cina ke batavia. Banyak dari orang Cina yang berpindah
ke ke batavia dan menyambung hidup disana.
J.P Coen sendiri dekat dengan kapiten Cina
bernama kapiten Bencon. Sang gubernur Jenderal kadang berjalan-jalan pada sore hari
ditemani prajurit musketeer dan minum teh bersama kapiten Cina tersebut.
jumlah
orang cina bertambah banyak dari awalnya hanya berjumlah sekitar 400 orang pada
awal pendirian kota batavia, menjadi 1000 orang pada tahun 1631.
hingga berdasarkan statistik kependudukan kota
batavia yang dikeluarkan pemerintah kompeni belanda tahun 1673, jumlah mereka
mencapai 2700 orang.
Diantara
orang cina di batavia, pada umumnya banyak yang menjadi pedagang, ada yang
menjadi pengusaha di pabrik Gula,
Buruh
di pabrik penyulingan arak, dsb. Atau ada juga yang berkerja dalam sistem tata
administratif dalam pemerintahan kompeni belanda atau pegawai VOC.
disamping
itu, terdapat jabatan kapiten cina di batavia, dimana kapiten cina berpihak
pada kompeni. yang menjadi kapiten pertama cina di batavia adalah souw beng
kong.
disebutkan
oleh gelman taylor, kadang gubernur jenderal kompeni, J.P Coen pada sore hari
minum teh dan bertemu dengan souw beng kong, kapiten cina. dengan ditemani
beberapa prajurit musketeer. tampaknya
hubungan antara gubernur jenderal VOC dan kapiten cina berjalan akrab.
sebagai
seorang kapiten cina di batavia, ia mendapatkan jatah 20 persen dari pajak bea
cukai rumah-rumah perjudian orang cina di batavia.
begitu
juga seperti beberapa keturunan melayu, orang cina juga ada yang bekerja dalam
sistem kepegawaian kompeni belanda.
pihak
belanda merasa orang-orang cina teliti dan rajin dalam bekerja sehingga
sebagian mereka menjadi bagian dalam pemerintahan VOC.
orang-orang
belanda lebih memilih orang cina dalam berkerja sistem tata administratif
kompeni.
Karena orang cina dikenal rajin, sehingga
banyak orang keturunan cina juga ada yang bekerja dalam sistem administratif
kompeni belanda.
Menurut
van maurik pemukiman orang cina itu padat, dengan rumah-rumah yang berdempetan
satu sama lain.
Rumah orang cina rata-rata terbuat dari batu
bata. Adapula diantara mereka yang memiliki Rumah dua lantai. Dipemukiman Orang
cina/tionghoa yang padat tersebut biasanya terdapat jalan sempit yang
berlika-liku tanpa ujung.
Bagi
mereka yang memiliki Rumah 2 lantai, biasanya mereka memanfaatkan Rumahnya
sebagai tempat untuk berdagang.
Lantai 2 digunakan untuk tempat hunian dan
lantai 1 digunakan tempat untuk berdagang. Barang dagang biasanya disusun
secara rapih dan kadangkala tersusun di
rak-rak yang ada di depan rumah
Kisah orang
pribumi yang bekerja pada kompeni belanda
Selain
orang cina dan melayu, masyarakat pribumi pun ada yang menjadi bagian dari
kompeni belanda.
contoh
kecil, pada zaman kompeni dahulu terdapat citra gladak, kapten jawa bawahan
kompeni.
Pada
kurun waktu 1650-1670 terdapat masyarakat jawa yang tinggal di luar tembok
kota, jumlah mereka semakin lama-semakun banyak seiring berjalan waktu.
Pada
umumnya mereka tinggal di timur kota batavia/jakarta. Sehingga keberadaan
mereka memusingkan pihak kompeni.
sehingga
pihak kompeni belanda memberikan izin dengan mengangkat kepala lingkungan untuk
mengatur dan menugaskan agar data
penduduk yang tinggal di sana agar diberikan secara berkala kepada pihak
kompeni.
Keberadaan
masyarakat jawa di luar tembok kota batavia yang semakin banyak bukan tanpa
sebab, tetapi atas izin dari beberapa bupati, seperti bupati jepara.
pihak
voc kompeni juga mempersenjatai mereka dan mengangkat pemimpinnya dengan
pangkat sersan dan kapten.
Ketika
gubernur jenderal herman willem daendles berkuasa, pemerintahan beralih ke
tangan belanda-prancis. Pulau jawa dijadikan salah satu bagian dari kekuasaan
napoleon bonaparte.
Saat
daendles berkuasa, penguasa lokal seperti bupati, masih diberikan izin.
Meskipun bupati pribumi masih berada di bawah pemerintahan belanda.
Daendles
sebagai penguasa atau gubernur jenderal mengusahakan pembangunan jalan raya
anyer-panarukan melalui kerja rodi tenaga rakyat.
Tetapi
daendles tidak perlu turun tangan secara langsung, ia hanya perlu memerintahkan
para bupati pribumi bawahannya agar membangun jalan tersebut melalui kerja
paksa.
hal
tersebut dapat terlihat melalui pertemuan daendles di semarang tahun 1808,
dimana daendles memerintahkan 38 bupati pribumi bawahannya agar membangun jalan
dari cirebon-surabaya.
jadi
penguasa belanda cukup memberikan perintah pada penguasa lokal seperti bupati
agar mengurusi apa yang diperlukan oleh belanda.
Sejak
pemerintahan dan penjajahan kongsi dagang belanda terhadap masyarakat pribumi
di nusantara. Pihak Belanda tidak hanya melakukan penjajahan secara frontal
melalui militeristik dan perang.
Politik
devide et impera juga dicanangkan oleh pihak belanda terhadap masyarakat
pribumi serta kerajaan-kerajaan hindu Budha dan islam.
Politik
pecah belah atau yang disebut dengan Devide de et impera menjadi metode ampuh
dalam untuk mencengkram masyarakat pribumi.
Hal
itu dapat dilihat dari bagaimana pihak VOC memberikan bantuan pada sultan haji
untuk berperang dengan Sultan Ageng Tirtayasa di banten, atau campur tangan
Pihak VOC di dalam kesultanan-kesultanan islam seperti Kesultanan Yogyakarta
dan Surakarta.
Tidak
hanya sampai di situ pihak belanda juga memecah belah kelas sosial, yakni elite
pribumi dan Rakyat Jelata. Sehingga salah satu faktor yang membuat kenapa
orang-orang pribumi dijajah sekian lamanya oleh bangsa Belanda.
Misalnya
ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles (1808-1811) berkuasa. Pada saat
itu para elite pribumi seperti bupati dijadikan bawahan dan masuk struktur
pemerintahan belanda.
Bila
orang-orang belanda ingin mengekploitasi Rakyat, orang-orang belanda cukup
memerintah para Bupati atau Tumenggung.
Hal
itu dapat dilihat ketika Herman willem Daendles memerintahkan 38 Bupati di
semarang agar membangun jalan dari Anyer hingga panarukan.
Daendles
sebagai gubernur jenderal tidak usah bersusah payah mengumpukan rakyat agar
berkerja rodi membangun fasilitas yang dibutuhkan oleh belanda.
Para
petinggi belanda menjadikan elite pribumi sebagai "mediasi" untuk
mengekploitasi rakyat.
Jadi
para bupati itulah yang berkerja untuk memenuhi perintah dari atasannya, yakni
orang belanda.
Jadi
bagi Rakyat jelata, posisi bupati amat ditakuti oleh rakyat, padahal mereka
hanyalah bawahannya bangsa belanda.
Hal
serupa juga berlaku ketika era Culturstelsel, atau zaman tanam paksa. era tanam
paksa yang dimulai tahun 1830 pun memiliki ciri khas yang sama dengan zaman
daendles berkuasa.
Pada
era tanam paksa, posisi elite pribumi adalah bawahan belanda, para bupati
pribumi masuk struktur pemerintahan Belanda dan menjadi mediasi yang digunakan
oleh orang-orang belanda untuk mengekploitasi Rakyat. Hal-hal yang berkaitan
dengan tanam paksa diurusi oleh para bupati pribumi
Para
bupati pribumi itu layaknya "mandor" yang mengawasi Culturstelsel
atau sistem tanam paksa tersebut. Pihak belanda cukup memberikan perintah,
selanjutnya pejabat lokal yang mengurusi jalannya culturstelsel.
Bila
para bupati bisa mengemban tugas dari belanda mereka akan diberikan bagian
berupa culturprocenten. Culturprocenten adalah bagian persentasi dari
keuntungan tanam paksa atau Culturstelsel tersebut.
Jadi
bisa dikatakan selain memecah belah struktur pemerintahan dalam kesultanan dan
kerajaan islam di nusantara. Pihak belanda juga merusak struktur kelas sosial
antara para Elite pribumi dan rakyat jelata.
Hal
inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa penjajahan Bangsa Belanda bisa
terjadi sekian lamanya, bahkan mencapai tempo waktu berabad-abad.
jadi
berdasarkan kisah diatas, sebagian orang cina, pribumi dan melayu pun pernah
menjadi bagian dari pemerintahan penjajah belanda atau "antek
belanda". Tidak heran Satu hal yang membuat penjajahan belanda di
nusantara berlangsung hingga berabad lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar