Jumat, 25 Agustus 2017

kisah nyata, cina, pribumi dan melayu pun pernah menjadi antek belanda


                             
























Kisah nyata, orang cina, pribumi dan melayu pun pernah menjadi antek belanda




















kisah orang keturunan melayu yang bekerja pada kompeni












keberadaan orang melayu di jakarta tempo dulu atau yang dikenal dengan nama batavia sejak lama telah menghuni kota multietnis tersebut.





Hal teesebut karena banyaknya orang yang melayu yang bermigrasi ke batavia pada pertengahan abad XVII.





Berdasarkan data kependudukan yang dikeluarkan oleh pemerintah kompeni belanda tahun 1673, jumlah orang melayu kurang lebih 611 orang yang bermukim di dalam tembok kota.





walaupun jumlah orang-orang melayu yang bermukim di dalam wilayah tembok kota batavia masih berjumlah lebih sedikit dari pada orang cina, eropa dan belanda.





disamping itu, selain menjadi pedagang, ada juga orang melayu yang berkerja untuk kompeni belanda atau vereninging oost indische compagnie.





pada masa itu dikenal sebuah nama, yakni encik wan abdul bagus. Yang merupakan salah seorang keturunan melayu yang bekerja pada kompeni.


Nama dari daerah kampung melayu di jakarta pun tidak terpisahkan dengan tokoh encik wan abdul bagus tersebut.


wan abdul bagus menjadi salah satu bawahan bagi kompeni penjajah belanda.  ketika jakarta pada masa lampau masih bernama batavia, wan abdul bagus, seorang melayu berkerja menjadi bagian dari hirearki pemerintahan kompeni belanda.






wan abdul bagus pernah bekerja sebagai juru administrasi untuk kepentingan pemerintahan kompeni belanda, selain itu ia juga pernah menjadi juru bahasa untuk kepentingan kompeni.



 ia juga pernah ikut dalam pasukan tentara kompeni ketika terjadi perang di dalam kesultanan banten, dimana ditugaskan untuk membantu sultan haji.





wan abdul bagus, orang melayu bawahan kompeni juga pernah ditugaskan ke sumatera barat, menjadi wakil  dan juru bicara kompeni disana.

















dengan bekerja pada kompeni belanda, wan abdul bagus menjadi salah seorang melayu terkaya. bahkan ia juga memiliki kereta kuda, sama seperti dimiliki oleh petinggi kompeni.





di batavia pada era dahulu, kereta kuda merupakan barang mewah, hanya petinggi kompeni yang punya dan jumlahnya sedikit. tetapi  wan abdul bagus memiliki hal tersebut.















kisah lainnya adalah enci awang, seorang melayu yang bekerja pada kompeni belanda. enci awang memiliki tanah yang luas di kawasan  yang disebut "cawang" saat ini.






bahkan menurut beberapa sumber, nama kawasan cawang di jakarta timur diambil dari singakatan nama dari orang keturunan melayu tersebut. enci awang bekerja untuk kompeni, ia juga beroleh tanah yang luas di kawasan cawang.







enci awang dan wan abdul bagus hanyalah contoh kecil dari kisah-kisah orang keturunan melayu yang bekerja untuk kongsi dagang belanda, atau yang dikenal dengan nama Vereninging of indische compagnie. atau yang dikenal dengan sebutan VOC  kompeni belanda.













































kisah orang cina yang bekerja pada kompeni






Selain orang melayu, orang cina pun ada yang bekerja pada pemerintahan kompeni. Di samping menjadi pedagang, adajuga orang-orang cina yang bekerja menjadi bawahan belanda dan kompeni.




dalam tubuh vereninging oost indishe compagnie, terdapat orang-orang cina juga. Bukan hanya orang-orang eropa dan belanda.




terlebih lagi pada awal pembangunan kota batavia, atau jakarta tempo dulu. Orang-orang kompeni banyak mengandalkan orang cina dalam pembangunan awal ekonomi kota tersebut.




pada awal pembangunan kota batavia, atau kota jakarta pada zaman dahulu jumlah orang cina di kota tersebut sedikit hanya sekitar 400 orang,




mereka difasilitasi oleh sebuah dewan yang bernama dewan kongkoan yang dikepalai oleh kapiten cina bernama souw beng kong.




Tugas dewan kongkoan adalah sebagai tempat/wadah bagi orang-orang cina  dan menyipkan hal-hal upacara keagamaan serta memfasilitasi upacara pemakaman bila ada orang tionghoa yang meninggal.









Adalah Gubernur Jenderal J.P. Coen, pemimpin kongsi dagang belanda ( VOC ) ke 4 dan ke 6 yang banyak mendatangkan orang cina ke batavia.






saat itu Gubernur Jenderal J.P Coen merasa pesimis dengan kinerja orang-orang Eropa karena jumlah mereka sedikit.






Lagi pula banyak dari orang eropa yang hidupnya makmur dan telah menjadi tuan tanah. Hingga gubernur jenderal merasa tidak dapat mengandalkan orang belanda untuk membangun ekonomi kota yang baru berdiri.






Maka J.P coen menyampaikan keluhannya melalui surat-surat pada Heren Seventien atau dewan pusat VOC di Amsterdam, negeri belanda.









Maka tahun 1622, Pihak Kongsi dagang belanda, VOC mengirimkan kapal-kapal dagangnya ke cina.






Untuk mengangkut orang-orang cina ke batavia. Banyak dari orang Cina yang berpindah ke ke batavia dan menyambung hidup disana.






 J.P Coen sendiri dekat dengan kapiten Cina bernama kapiten Bencon. Sang gubernur Jenderal kadang berjalan-jalan pada sore hari ditemani prajurit musketeer dan minum teh bersama kapiten Cina tersebut.








jumlah orang cina bertambah banyak dari awalnya hanya berjumlah sekitar 400 orang pada awal pendirian kota batavia, menjadi 1000 orang pada tahun 1631.





 hingga berdasarkan statistik kependudukan kota batavia yang dikeluarkan pemerintah kompeni belanda tahun 1673, jumlah mereka mencapai 2700 orang.











Diantara orang cina di batavia, pada umumnya banyak yang menjadi pedagang, ada yang menjadi pengusaha di pabrik Gula,

Buruh di pabrik penyulingan arak, dsb. Atau ada juga yang berkerja dalam sistem tata administratif dalam pemerintahan kompeni belanda atau pegawai VOC.





disamping itu, terdapat jabatan kapiten cina di batavia, dimana kapiten cina berpihak pada kompeni. yang menjadi kapiten pertama cina di batavia adalah souw beng kong.





disebutkan oleh gelman taylor, kadang gubernur jenderal kompeni, J.P Coen pada sore hari minum teh dan bertemu dengan souw beng kong, kapiten cina. dengan ditemani beberapa prajurit musketeer.  tampaknya hubungan antara gubernur jenderal VOC dan kapiten cina berjalan akrab.




sebagai seorang kapiten cina di batavia, ia mendapatkan jatah 20 persen dari pajak bea cukai rumah-rumah perjudian orang cina di batavia.





begitu juga seperti beberapa keturunan melayu, orang cina juga ada yang bekerja dalam sistem kepegawaian kompeni belanda.




pihak belanda merasa orang-orang cina teliti dan rajin dalam bekerja sehingga sebagian mereka menjadi bagian dalam pemerintahan VOC.





orang-orang belanda lebih memilih orang cina dalam berkerja sistem tata administratif kompeni.



 Karena orang cina dikenal rajin, sehingga banyak orang keturunan cina juga ada yang bekerja dalam sistem administratif kompeni belanda.









Menurut van maurik pemukiman orang cina itu padat, dengan rumah-rumah yang berdempetan satu sama lain.





 Rumah orang cina rata-rata terbuat dari batu bata. Adapula diantara mereka yang memiliki Rumah dua lantai. Dipemukiman Orang cina/tionghoa yang padat tersebut biasanya terdapat jalan sempit yang berlika-liku tanpa ujung.









Bagi mereka yang memiliki Rumah 2 lantai, biasanya mereka memanfaatkan Rumahnya sebagai tempat untuk berdagang.





 Lantai 2 digunakan untuk tempat hunian dan lantai 1 digunakan tempat untuk berdagang. Barang dagang biasanya disusun secara rapih  dan kadangkala tersusun di rak-rak yang ada di depan rumah





































 Kisah orang  pribumi yang bekerja pada kompeni belanda











Selain orang cina dan melayu, masyarakat pribumi pun ada yang menjadi bagian dari kompeni belanda.





contoh kecil, pada zaman kompeni dahulu terdapat citra gladak, kapten jawa bawahan kompeni.








Pada kurun waktu 1650-1670 terdapat masyarakat jawa yang tinggal di luar tembok kota, jumlah mereka semakin lama-semakun banyak seiring berjalan waktu.





Pada umumnya mereka tinggal di timur kota batavia/jakarta. Sehingga keberadaan mereka memusingkan pihak kompeni.







sehingga pihak kompeni belanda memberikan izin dengan mengangkat kepala lingkungan untuk mengatur dan   menugaskan agar data penduduk yang tinggal di sana agar diberikan secara berkala kepada pihak kompeni.





Keberadaan masyarakat jawa di luar tembok kota batavia yang semakin banyak bukan tanpa sebab, tetapi atas izin dari beberapa bupati, seperti bupati jepara.





pihak voc kompeni juga mempersenjatai mereka dan mengangkat pemimpinnya dengan pangkat sersan dan kapten.









Ketika gubernur jenderal herman willem daendles berkuasa, pemerintahan beralih ke tangan belanda-prancis. Pulau jawa dijadikan salah satu bagian dari kekuasaan napoleon bonaparte.





Saat daendles berkuasa, penguasa lokal seperti bupati, masih diberikan izin. Meskipun bupati pribumi masih berada di bawah pemerintahan belanda.




Daendles sebagai penguasa atau gubernur jenderal mengusahakan pembangunan jalan raya anyer-panarukan melalui kerja rodi tenaga rakyat.




Tetapi daendles tidak perlu turun tangan secara langsung, ia hanya perlu memerintahkan para bupati pribumi bawahannya agar membangun jalan tersebut melalui kerja paksa.




hal tersebut dapat terlihat melalui pertemuan daendles di semarang tahun 1808, dimana daendles memerintahkan 38 bupati pribumi bawahannya agar membangun jalan dari cirebon-surabaya.




jadi penguasa belanda cukup memberikan perintah pada penguasa lokal seperti bupati agar mengurusi apa yang diperlukan oleh belanda.







Sejak pemerintahan dan penjajahan kongsi dagang belanda terhadap masyarakat pribumi di nusantara. Pihak Belanda tidak hanya melakukan penjajahan secara frontal melalui militeristik dan perang.







Politik devide et impera juga dicanangkan oleh pihak belanda terhadap masyarakat pribumi serta kerajaan-kerajaan hindu Budha dan islam.







Politik pecah belah atau yang disebut dengan Devide de et impera menjadi metode ampuh dalam untuk mencengkram masyarakat pribumi.







Hal itu dapat dilihat dari bagaimana pihak VOC memberikan bantuan pada sultan haji untuk berperang dengan Sultan Ageng Tirtayasa di banten, atau campur tangan Pihak VOC di dalam kesultanan-kesultanan islam seperti Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta.







Tidak hanya sampai di situ pihak belanda juga memecah belah kelas sosial, yakni elite pribumi dan Rakyat Jelata. Sehingga salah satu faktor yang membuat kenapa orang-orang pribumi dijajah sekian lamanya oleh bangsa Belanda.







Misalnya ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles (1808-1811) berkuasa. Pada saat itu para elite pribumi seperti bupati dijadikan bawahan dan masuk struktur pemerintahan belanda.






Bila orang-orang belanda ingin mengekploitasi Rakyat, orang-orang belanda cukup memerintah para Bupati atau Tumenggung.







Hal itu dapat dilihat ketika Herman willem Daendles memerintahkan 38 Bupati di semarang agar membangun jalan dari Anyer hingga panarukan.


Daendles sebagai gubernur jenderal tidak usah bersusah payah mengumpukan rakyat agar berkerja rodi membangun fasilitas yang dibutuhkan oleh belanda.


Para petinggi belanda menjadikan elite pribumi sebagai "mediasi" untuk mengekploitasi rakyat.





Jadi para bupati itulah yang berkerja untuk memenuhi perintah dari atasannya, yakni orang belanda.







Jadi bagi Rakyat jelata, posisi bupati amat ditakuti oleh rakyat, padahal mereka hanyalah bawahannya bangsa belanda.







Hal serupa juga berlaku ketika era Culturstelsel, atau zaman tanam paksa. era tanam paksa yang dimulai tahun 1830 pun memiliki ciri khas yang sama dengan zaman daendles berkuasa.







Pada era tanam paksa, posisi elite pribumi adalah bawahan belanda, para bupati pribumi masuk struktur pemerintahan Belanda dan menjadi mediasi yang digunakan oleh orang-orang belanda untuk mengekploitasi Rakyat. Hal-hal yang berkaitan dengan tanam paksa diurusi oleh para bupati pribumi






Para bupati pribumi itu layaknya "mandor" yang mengawasi Culturstelsel atau sistem tanam paksa tersebut. Pihak belanda cukup memberikan perintah, selanjutnya pejabat lokal yang mengurusi jalannya culturstelsel.







Bila para bupati bisa mengemban tugas dari belanda mereka akan diberikan bagian berupa culturprocenten. Culturprocenten adalah bagian persentasi dari keuntungan tanam paksa atau Culturstelsel tersebut.











Jadi bisa dikatakan selain memecah belah struktur pemerintahan dalam kesultanan dan kerajaan islam di nusantara. Pihak belanda juga merusak struktur kelas sosial antara para Elite pribumi dan rakyat jelata.



Hal inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa penjajahan Bangsa Belanda bisa terjadi sekian lamanya, bahkan mencapai tempo waktu berabad-abad.





jadi berdasarkan kisah diatas, sebagian orang cina, pribumi dan melayu pun pernah menjadi bagian dari pemerintahan penjajah belanda atau "antek belanda". Tidak heran Satu hal yang membuat penjajahan belanda di nusantara berlangsung hingga berabad lamanya.


































Sumber tulisan diambil dari  :





Buku sejarah jakarta 400 tahun, susan blacburn

Buku kehidupan sosial di batavia, gelman taylor

Buku asal mula nama-nama kawasan di jakarta

Buku sejarah indonesia, Universitas terbuka

Buku sejarah eropa , universitas terbuka

Buku Ekspedisi anyer-panarukan, kompas


Tidak ada komentar:

Posting Komentar