_lambang VOC pada mata uang_
Kota Jakarta pada masa lampau bernama Batavia. Sebuah kota bergaya Eropa
yang didirikan oleh bangsa Belanda tahun 1619.
Kota Batavia merupakan kota yang dipenuhi berbagai macam Ras, suku, bangsa, Agama dan kepercayaan serta budaya.
Heterrogenitas dan Multikulturisme
menjadi pemandangan biasa di masa itu.
Selain itu, berbagai golongan kelas sosial yang yang menempati Hiriarki pemerintahan,mulai dari kelas pejabat tinggi ,
tuan tanah,buruh, pedagang,
hingga para budak dan tentara kompeni belanda pun bercokol di kota yang
berjuluk “Ratu dari Timur” tersebut.
Para prajurit VOC atau tentara kompeni salah satu penghuni dari heterogenitas di Jakarta tempo dulu.
Jumlah mereka banyak, walaupun masih kalah jauh bila
dibandingkan jumlah Budak di kota Batavia yang menjadi komunitas terbanyak.
Pada masa awal pendirian kota, Gubernur Jenderal J.P Coen yan merupakan
Gubernur Jenderal ke 4 dan 6 banyak mengeluhkan tentang keadaan tentara di
Batavia.
Menurutnya tentara tersebut bukanlah merupakan tentara yang baik, kurang
bisa berbahasa dan banyak membuat keributan di kota. Keributan serta kerusuhan
sering dilakukan oleh tentara andalan VOC sendiri.
Maka Sang Gubernur Jenderal banyak mengeluh melalui surat kepada dewan pusat “Hereen Zeventien”,
Hereen zeventien yang merupakan
pemimpin Pusat kongsi dagang belanda di Amsterdam. Salah satu isi suratnya
berisi tentang keluhan sang Gubernur Jenderal tentang keadaan di kota seperti
tentara kompeni yang menjadi biang keributan kota.
Kebanyakan para prajurit VOC itu adalah orang-orang belanda. Tetapi sebagian lagi adalah orang-orang Perancis, Jerman, Inggris, Skotlandia dan Eurasia.
Jadi tidak semua tentara VOC adalah orang belanda, sebagian lagi
merupakan orang non Belanda.
Berbagai macam hal layaknya kegaduhan, keributan ditimbulkan oleh tentara kompeni di batavia.
seperti ribut dengan sesama tentara kompeni, terlibat
perkelahian dengan warga kota dan mabuk di depan umum atau terlibat pencurian
adalah hal yang membuat tentara kompeni dicap buruk oleh sang Gubernur
Jenderal.
Hukuman yang ditimpakan pada yang prajurit-prajurit pembuat onar di kota adalah diberi hukuman dengan cara dicap dengan besi panas, dicambuk di depan umum.
Sebagian lagi di paksa kerja kasar, atau yang paling parah adalah di
hukum mati bila kasusnya terlampau berat.
Ternyata pada masa itu, Hukum juga berlaku bagi pihak belanda sendiri,
bukan hanya diberikan kepada orang-orang non belanda atau eropa saja.
diambil dari buku jakarta 400 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar