Multikulturalisme dan heterogenitas di jakarta tempo dulu
Abad
19 merupakan masa-masa damai bagi masyarakat kota Jakarta tempo dulu atau yang
dikenal dengan Batavia.
Walaupun ada keributan, tidak ada konflik besar yang
berarti, hanya seperti perselisihan-perselisihan kecil antara golongan pribumi dengan golongan eropa
atau orang-orang cina dengan orang eropa.
Di
masa inilah terjadi percampuradukan budaya atau akulturasi budaya yang menyerap
diantara masyarakat Batavia yang berciri multikultural dan heterogen.
Penghuni
kota Batavia, selain adanya orang-orang Eropa dan belanda, orang eurasia, orang cina, orang portugis hitam atau yang
dikenal dengan orang mardjiker.
orang-orang
Eurasia yang merupakan percampuran antara orang Eropa dan Asia.
Orang Pribumi
dari berbagai suku di nusantara juga menjadi bagian etnisitas kota Batavia.
yang
eksistensi mereka terlihatt dari banyak nama kampung di jakarta, seperti
kampung ambon, kampung bali, dsb.
Banyaknya etnis dan budaya kadangkala menyerap di sebagian budaya dalam
masyarakat di kota tersebut.
Orang-orang
Eurasia pun banyak menyerap tradisi-tradisi melayu dan pribumi lokal.
Begitu
juga orang-orang pribumi yang tidak segan ikut dalam perayaan-perayaan cina
seperti perayaan cap Gomeh yang diadakan setiap tahunnya.
Perayaan
cap Gomeh yang biasa dilakukan oleh orang tionghoa setiap tahunnya, ternyata
juga diikuti sebagian masyarakat Pribumi.
Kaum
wanita dari kalangan Eropa dan Belanda memakai pakaian kebaya dan kain seperti
layaknya orang pribumi , Terutama ketika di rumah.
Hal
inilah yang membuat istri dari Gubernur jenderal Thomas Stamford Raffles
protes.
Ia beranggapan bahwa wanita Eropa harus tampil elegan dan memakai
pakaian selayaknya wanita Eropa. Nyonya Raffles mengajak kaum wanita Eropa di
Batavia untuk memakai pakaian eropa.
Tetapi usaha nyonya Raffles tampaknya sia-sia,
karena masih banyak wanita eropa di Batavia yang memakai kebaya dan kain
layaknya perempuan pribumi. Kebaya yang mereka kenakan umumnya berwarna putih.
Orang-orang
Eurasia pun mempelajari tari dan dendang melayu, tampaknya seni khas melayu
menarik sejumlah orang eurasia di batavia Untuk mempelajarinya.
selain
itu ada juga diantara mereka yang mempelajari seni gambus Arab dengan permainan
alat musik yang berbentuk seperti mandolin.
ada
juga diantara orang Eurasia yang belajar musik keroncong yang kadangkala di
lombakan atau dikompetisikan di kota Batavia.
Orang-orang
Eurasia juga menyenangi makanan-makanan yang dijual oleh orang pribumi seperti
kacang goreng, kue-kue dan mereka memakannya sambil berjalan-jalan di sore
hari.
Ya
kota jakarta tempo dulu memang terkenal dengan multikulturalitasnya dengan
penduduknya yang berciri heterogenitas bahkan hingga sampai masa kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar