Jakarta tempo dulu, kotanya para Budak
Jakarta
tempo dulu selain disebut sebagai "Ratu dari Timur" karena keindahan
bangunan dan kanal-kanalnya, jakarta pada masa lalu juga menyimpan kisah
penderitaan bagi orang-orang pribumi. Khususnya bagi kaum pribumi budak.
Pada
kurun waktu abad 16-19, perbudakan adalah hal yang legal dibelahan dunia
manapun.
Diseluruh
dunia seperti Di rusia, tsar rusia melegalkan perbudakan di rusia. Dimana tsar
alexis I melegalkan perbudakan di rusia.
Di
dalam kesultanan islam juga terdapat budak-budak yang dibeli untuk dan
dipersiapkan untuk menjadi tentara kesultanan.
Hal
yang sama juga berlaku di jakarta pada masa lalu, atau kota yang bernama
batavia. Dimana perbudakan adalah hal yang dilegalkan.
batavia
pada kurun waktu abad 17-18 juga disebut sebagai kota Budak. bagaimana tidak
dari keseluruhan jumlah penduduk kota yang paling banyak adalah komunitas Budak
yang menurut data tahun 1673, Jumlahnya
mencapai 13.000 orang.
menurut
data tahun 1673 yang dikeluarkan oleh pemerintah kompeni belanda (VOC) bahwa
jumlah budak mencapai 13.000 orang.
Jumlah
tersebut sangat banyak, lebih banyak dari pada jumlah orang belanda dan eropa,
masyarakat cina, orang-orang mardjiker atau suku-suku pendatang dari nusantara.
menurut
data dan statistik tahun 1673, jumlah orang eropa hanya 2000 orang, jumlah
orang cina sekitar 2700 orang. Sedangkan jumlah budak di batavia mencapai
13.000 orang.
jumlah
budak di batavia tahun 1673 berkali-kali lipat dari jumlah orang-orang
eropa, belanda sekalipun.
Zaman
itu perbudakan adalah hal yang legal dibelahan dunia manapun. VOC atau kongsi
dagang milik belanda pada awalnya banyak membeli budak dari India selatan,
dimana VOC mempunyai koneksi disana.
Para
budak itu diangkut dengan kapal ke Batavia atau jakarta dan diperjual belikan
disana.
Tetapi
ketika pada masa abad 18, VOC lebih
banyak melakukan pembelian budak di wilayah nusantara, seperti dari bugis atau
bali. Lambat laun penjualan budak semakin lama semakin banyak dan batavia
menjadi kota budak.
Pada
kurun waktu abad 17, belanda banyak membeli budak dari wilayah india selatan
dimana pihak belanda (VOC) punya koneksi disana.
Hingga
sekitar 1 abad setelahnya, belanda malah membeli budak dari daerah nusantara
sendiri.
Susan
Blackburn dalam bukunya "Jakarta 400 tahun " Menyebutkan Jumlah budak
terbanyak bila dibanding dengan jumlah orang eropa, Cina , mardjiker atau orang
pribumi sekalipun.
Jumlah
orang eropa mencapai 2000 orang. Jumlah orang cina sekitar 2700 orang tahun
1673.
Mardjiker 6000 orang dan yang paling banyak
adalah jumlah budak yang mencapai 13000 orang.
jumlah budak 6 kali lipat dari jumlah orang
Eropa dan dua kali lipat dari orang mardjiker.
Ternyata
di batavia jumlah budak adalah komunitas
terbanyak dengan persentasi mencapai 48 persen dari total keseluruhan jumlah
penduduk di batavia.
Jadi
menurut data Tahun 1637 yang dikeluarkan oleh pemerintah kompeni, pada Tahun
1673 itu, komunitas budak di batavia mencapai 13.000 orang atau lebih 48 persen
penghuni kota batavia adalah Budak !!!
dibatavia
atau jakarta pada masa dulu, para budak diperkerjakan bermacam-macam. Ada yang
menjadi pelayan, juru masak, tukang cuci, penyedia dan penjaga gudang anggur.
Bahkan
ada juga yang diperkerjakan sebagai untuk keperluan bisnis seperti menjadi
buruh-buruh kasar di pabrik.
bagi
orang eropa, mempunyai banyak budak menunjukan status sosial mereka. Sebuah
keluarga eropa terkaya di batavia bisa mempunyai budak lebih dari 100 orang.
Orang
eropa terkaya di batavia kebanyakan memperkerjakan para budaknya untuk
menangani urusan rumah seperti menjadi tukang cuci, juru masak, pelayan, dsb.
bahkan
pada masa itu terdapat semacam pamflet atau selebaran yang ditempelkan atau
digantung di bangunan-bangunan yang berisi iklan penjualan budak.
Hingga
pada akhirnya, Jumlah budak semakin
berkurang pada abad 19 atau tahun 1800 an.
Karena
ketika inggris dibawah Thomas Stamford Raffles berkuasa atas wilayah-wilayah di
nusantara , dilakukan pelarangan jual beli budak hingga jumlah budak semakin
berkurang.
meskipun
thomas stamford raffles, sang gubernur jenderal inggris juga mempunyai budak, Walaupun ia sendiri melarang
pembelian budak.
Kemudian
pada akhir abad 19 muncul gerakan dan paham Humanisme sehingga banyak
orang-orang belanda secara sukarela membebaskan budaknya sendiri.
Hingga
ada surat kabar dibatavia yang memberikan sanjungan pada orang-orang eropa
tertentu yang membebaskan budaknya sendiri.
Jadi
selain menyandang Sebagai Ratu dari Timur karena keindahan kotanya, Pantaskah
Jakarta tempo dulu dipandang sebagai Kota Budak ?
Sumber :
Jakarta
400 tahun, karya susan blackburn
Kehidupan
sosial di batavia karya gelman taylor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar