Bupati dan tumenggung tempo dulu adalah antek belanda
Selain orang
cina dan melayu, masyarakat pribumi pun ada yang menjadi bagian dari kompeni
belanda.
contoh
kecil, pada zaman kompeni dahulu terdapat citra gladak, kapten jawa bawahan
kompeni.
Pada kurun
waktu 1650-1670 terdapat masyarakat jawa yang tinggal di luar tembok kota,
jumlah mereka semakin lama-semakun banyak seiring berjalan waktu.
Pada umumnya
mereka tinggal di timur kota batavia/jakarta. Sehingga keberadaan mereka
memusingkan pihak kompeni.
sehingga
pihak kompeni belanda memberikan izin dengan mengangkat kepala lingkungan untuk
mengatur dan menugaskan agar data
penduduk yang tinggal di sana agar diberikan secara berkala kepada pihak
kompeni.
Keberadaan
masyarakat jawa di luar tembok kota batavia yang semakin banyak bukan tanpa
sebab, tetapi atas izin dari beberapa bupati, seperti bupati jepara.
pihak voc
kompeni juga mempersenjatai mereka dan mengangkat pemimpinnya dengan pangkat
sersan dan kapten.
Ketika
gubernur jenderal herman willem daendles berkuasa, pemerintahan beralih ke
tangan belanda-prancis. Pulau jawa dijadikan salah satu bagian dari kekuasaan
napoleon bonaparte.
Saat
daendles berkuasa, penguasa lokal seperti bupati, masih diberikan izin.
Meskipun bupati pribumi masih berada di bawah pemerintahan belanda.
Daendles
sebagai penguasa atau gubernur jenderal mengusahakan pembangunan jalan raya
anyer-panarukan melalui kerja rodi tenaga rakyat.
Tetapi
daendles tidak perlu turun tangan secara langsung, ia hanya perlu memerintahkan
para bupati pribumi bawahannya agar membangun jalan tersebut melalui kerja
paksa.
hal tersebut
dapat terlihat melalui pertemuan daendles di semarang tahun 1808, dimana
daendles memerintahkan 38 bupati pribumi bawahannya agar membangun jalan dari
cirebon-surabaya.
jadi
penguasa belanda cukup memberikan perintah pada penguasa lokal seperti bupati
agar mengurusi apa yang diperlukan oleh belanda.
Sejak
pemerintahan dan penjajahan kongsi dagang belanda terhadap masyarakat pribumi
di nusantara. Pihak Belanda tidak hanya melakukan penjajahan secara frontal
melalui militeristik dan perang.
Politik
devide et impera juga dicanangkan oleh pihak belanda terhadap masyarakat
pribumi serta kerajaan-kerajaan hindu Budha dan islam.
Politik
pecah belah atau yang disebut dengan Devide de et impera menjadi metode ampuh
dalam untuk mencengkram masyarakat pribumi.
Hal itu
dapat dilihat dari bagaimana pihak VOC memberikan bantuan pada sultan haji
untuk berperang dengan Sultan Ageng Tirtayasa di banten, atau campur tangan
Pihak VOC di dalam kesultanan-kesultanan islam seperti Kesultanan Yogyakarta
dan Surakarta.
Tidak hanya
sampai di situ pihak belanda juga memecah belah kelas sosial, yakni elite
pribumi dan Rakyat Jelata.
Sehingga
salah satu faktor yang membuat kenapa orang-orang pribumi dijajah sekian
lamanya oleh bangsa Belanda.
Misalnya
ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles (1808-1811) berkuasa. Pada saat
itu para elite pribumi seperti bupati dijadikan bawahan dan masuk struktur
pemerintahan belanda.
Bila
orang-orang belanda ingin mengekploitasi Rakyat, orang-orang belanda cukup
memerintah para Bupati atau Tumenggung.
Hal itu
dapat dilihat ketika Herman willem Daendles memerintahkan 38 Bupati di semarang
agar membangun jalan dari Anyer hingga panarukan.
Daendles
sebagai gubernur jenderal tidak usah bersusah payah mengumpukan rakyat agar
berkerja rodi membangun fasilitas yang dibutuhkan oleh belanda.
Para
petinggi belanda menjadikan elite pribumi sebagai "mediasi" untuk
mengekploitasi rakyat.
Jadi para
bupati itulah yang berkerja untuk memenuhi perintah dari atasannya, yakni orang
belanda.
Jadi bagi
Rakyat jelata, posisi bupati amat ditakuti oleh rakyat, padahal mereka hanyalah
bawahannya bangsa belanda.
Hal serupa
juga berlaku ketika era Culturstelsel, atau zaman tanam paksa. era tanam paksa
yang dimulai tahun 1830 pun memiliki ciri khas yang sama dengan zaman daendles
berkuasa.
Pada era
tanam paksa, posisi elite pribumi adalah bawahan belanda, para bupati pribumi
masuk struktur pemerintahan Belanda dan menjadi mediasi yang digunakan oleh
orang-orang belanda untuk mengekploitasi Rakyat.
Hal-hal yang
berkaitan dengan tanam paksa diurusi oleh para bupati pribumi
Para bupati
pribumi itu layaknya "mandor" yang mengawasi Culturstelsel atau
sistem tanam paksa tersebut.
Pihak
belanda cukup memberikan perintah, selanjutnya pejabat lokal yang mengurusi
jalannya culturstelsel.
Bila para
bupati bisa mengemban tugas dari belanda mereka akan diberikan bagian berupa
culturprocenten.
Culturprocenten
adalah bagian persentasi dari keuntungan tanam paksa atau Culturstelsel
tersebut.
Jadi bisa
dikatakan selain memecah belah struktur pemerintahan dalam kesultanan dan
kerajaan islam di nusantara. Pihak belanda juga merusak struktur kelas sosial
antara para Elite pribumi dan rakyat jelata.
Hal inilah
yang menjadi salah satu faktor mengapa penjajahan Bangsa Belanda bisa terjadi
sekian lamanya, bahkan mencapai tempo waktu berabad-abad.
jadi
berdasarkan kisah diatas, sebagian orang cina, pribumi dan melayu pun pernah
menjadi bagian dari pemerintahan penjajah belanda atau "antek
belanda". Tidak heran Satu hal yang membuat penjajahan belanda di
nusantara berlangsung hingga berabad lamanya.
Sejak
pemerintahan dan penjajahan kongsi dagang belanda terhadap masyarakat pribumi
di nusantara. Pihak Belanda tidak hanya melakukan penjajahan secara frontal
melalui militeristik dan perang.
Politik
devide et impera juga dicanangkan oleh pihak belanda terhadap masyarakat
pribumi serta kerajaan-kerajaan hindu Budha dan islam.
Politik
pecah belah atau yang disebut dengan Devide de et impera menjadi metode ampuh
dalam untuk mencengkram masyarakat pribumi.
Hal itu
dapat dilihat dari bagaimana pihak VOC memberikan bantuan pada sultan haji
untuk berperang dengan Sultan Ageng Tirtayasa di banten, atau campur tangan
Pihak VOC di dalam kesultanan-kesultanan islam seperti Kesultanan Yogyakarta
dan Surakarta.
Tidak hanya
sampai di situ pihak belanda juga memecah belah kelas sosial, yakni elite
pribumi dan Rakyat Jelata. Sehingga salah satu faktor yang membuat kenapa
orang-orang pribumi dijajah sekian lamanya oleh bangsa Belanda.
Misalnya
ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles (1808-1811) berkuasa. Pada saat
itu para elite pribumi seperti bupati dijadikan bawahan dan masuk struktur
pemerintahan belanda.
Bila orang-orang belanda ingin mengekploitasi
Rakyat, orang-orang belanda cukup memerintah para Bupati atau Tumenggung.
Hal itu
dapat dilihat ketika Herman willem Daendles memerintahkan 38 Bupati di semarang
agar membangun jalan dari Anyer hingga panarukan.
Jadi para
bupati itulah yang berkerja untuk memenuhi perintah dari atasannya, yakni orang
belanda.
Jadi bagi
Rakyat jelata, posisi bupati amat ditakuti oleh rakyat, padahal mereka hanyalah
bawahannya bangsa belanda.
Hal serupa
juga berlaku ketika era Culturstelsel, atau zaman tanam paksa. era tanam paksa
yang dimulai tahun 1830 pun memiliki ciri khas yang sama dengan zaman daendles
berkuasa.
Pada era
tanam paksa, posisi elite pribumi adalah bawahan belanda, para bupati masuk
struktur pemerintahan Belanda dan menjadi mediasi yang digunakan oleh
orang-orang belanda untuk mengekploitasi Rakyat.
Hal-hal yang
berkaitan dengan tanam paksa diurusi oleh para bupati. Para bupati itu layaknya
"mandor" yang mengawasi Culturstelsel atau sistem tanam paksa.
Bila para
bupati bisa mengemban tugas dari belanda mereka akan diberikan bagian berupa
culturprocenten. Culturprocenten adalah bagian persentasi dari keuntungan tanam
paksa atau Culturstelsel tersebut.
ketika
terjadi perang aceh, yakni rakyat aceh dengan Belanda, para ulama lebih menjadi
ancaman bagi Belanda, karena para bangsawan aceh dan hulubalang sebagian pro
kepada kolonial Belanda.
semangat
perang jihad dikobarkan oleh para ulama di banyak wilayah, hingga terjadi
perang selama berpuluh tahun lamana antara rakyat Aceh dengan belanda.
Jadi bisa
dikatakan selain memecah belah struktur pemerintahan dalam kesultanan dan
kerahaan islam di nusantara.
Pihak
belanda juga merusak struktur kelas sosial antara para Elite pribumi dan rakyat
jelata. Hal inilah salah satu faktor mengapa penjajahan Bangsa Belanda bisa
terjadi sekian lamanya.
Diambil dari
:
sejarah
indonesia -
sejarah
indonesia -- H. M . vlackke
kehidupan
sosial di Batavia - gelman Taylor
Batavia 400
Tahun - susan blacburn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar