Asal mula Orang Cina di Jakarta
Orang
cina telah ada di kota Batavia sejak lama, sejak Jakarta masih bernama sunda
kelapa yang menjadi salah satu bagian kerajaan sunda Pajajaran.
Begitu
pula ketika Jakarta menjadi salah satu wilayah kekuasaan Banten atau yang
disebut dengan Jayakarta. Keberadaan orang-orang cina merupakan salah satu
etnis dari banyaknya bangsa, etnis dan ras yang ada di Jayakarta.
Tetapi
ketika Jayakarta ditaklukan bangsa belanda. Jayakarta dirubah namanya menjadi
Batavia.
Ketika belanda berkuasa melalui kongsi dagangnya tahun 1619, jumlah
Orang cina di Batavia semakin banyak.
Keberadaan
orang di batavia tidak lain karena keinginan dari pihak kompeni belanda sendiri
untuk mendatangkan orang-orang cina di kota yang baru berdiri tersebut.
pada
awal pembangunan kota batavia, jumlah orang cina sedikit hanya sekitar 400
orang.
mereka difasilitasi oleh sebuah dewan yang
bernama dewan kongkoan yang dikepalai oleh kapiten cina bernama souw beng kong.
Tugas
dewan kongkoan adalah sebagai tempat/wadah bagi orang-orang cina dan menyipkan hal-hal upacara keagamaan serta
memfasilitasi upacara pemakaman bila ada orang tionghoa yang meninggal.
Adalah
Gubernur Jenderal J.P. Coen, pemimpin kongsi dagang belanda ( VOC ) ke 4 dan ke
6 yang banyak mendatangkan orang cina ke batavia.
saat
itu Gubernur Jenderal J.P Coen merasa pesimis dengan kinerja orang-orang Eropa
karena jumlah mereka sedikit.
Lagi
pula banyak dari orang eropa yang hidupnya makmur dan telah menjadi tuan tanah.
Hingga
gubernur jenderal merasa tidak dapat mengandalkan orang belanda untuk membangun
ekonomi kota yang baru berdiri.
Maka
J.P coen menyampaikan keluhannya melalui surat-surat pada Heren Seventien atau
dewan pusat VOC di Amsterdam, negeri belanda.
Maka
tahun 1622, Pihak Kongsi dagang belanda, VOC mengirimkan kapal-kapal dagangnya
ke cina.
Untuk
mengangkut orang-orang cina ke batavia. Banyak dari orang Cina yang berpindah
ke ke batavia dan menyambung hidup disana.
J.P
Coen sendiri dekat dengan kapiten Cina bernama kapiten Bencon.
Sang gubernur
Jenderal kadang berjalan-jalan pada sore hari ditemani prajurit musketeer dan
minum teh bersama kapiten Cina tersebut.
jumlah
orang cina bertambah banyak dari awalnya hanya berjumlah sekitar 400 orang pada
awal pendirian kota batavia, menjadi 1000 orang pada tahun 1631.
hingga
berdasarkan statistik kependudukan kota batavia yang dikeluarkan pemerintah
kompeni belanda tahun 1673, jumlah mereka mencapai 2700 orang.
Diantara
orang cina di batavia, pada umumnya banyak yang menjadi pedagang, ada yang
menjadi pengusaha di pabrik Gula, buruh di pabrik penyulingan arak, dsb.
Atau
ada juga yang berkerja dalam sistem tata administratif dalam pemerintahan
kompeni belanda atau pegawai VOC.
Menurut
van maurik pemukiman orang cina itu padat, dengan rumah-rumah yang berdempetan
satu sama lain.
Rumah orang cina rata-rata terbuat dari batu bata. Adapula
diantara mereka yang memiliki Rumah dua lantai.
Dipemukiman Orang cina/tionghoa yang padat
tersebut biasanya terdapat jalan sempit yang berlika-liku tanpa ujung.
Bagi
mereka yang memiliki Rumah 2 lantai, biasanya mereka memanfaatkan Rumahnya
sebagai tempat untuk berdagang.
Lantai 2 digunakan untuk tempat hunian dan
lantai 1 digunakan tempat untuk berdagang.
Barang
dagang biasanya disusun secara rapih dan
kadangkala tersusun di rak-rak yang ada di depan rumah
Orang Cina juga memiliki budak, bukan hanya
orang eropa. Perbudakan adalah hal yang wajar saat itu.
Orang cina biasanya
menjadikan budaknya sebagai buruh untuk berkerja di pabrik-pabrik Gula atau di
tempat penyulingan arak.
Selain
itu, orang cina juga memiliki hobi berjudi, judi adalah hal biasa yang
dilakukan orang-orang cina saat itu.
mereka berjudi di pasar, atau rumah yang
memang dijadikan tempat berjudi. permainan 30 kartu atau 38 kartu menjadi hal
yang biasa. Bahkan kaum wanitanya juga bermain judi.
Tetapi
mereka juga memiliki kebiasaan beramal atau derma. Pengumpulan derma biasa
dilakukan ketika pengadaan pasar malam, ketika hari besar cina atau ketika
pertunjukan seni.
Setelah
terjadi pembantaian orang cina di batavia tahun 1740 atau yang dikenal dengan
nama tragedi kali angke. Jumlah orang cina sempat menurun drastis karena banyak
dari mereka yang dibunuh oleh tentara VOC dan orang-orang pribumi.
Tragedi
kaliangke menyisakan penderitaan bagi orang-orang tionghoa di batavia.
Mayat-mayat orang-orang cina dibuang ke kali angke serta banyak mereka yang
tertangkap dan dieksekusi mati.
Seperti
yang dikatan oleh Vermeulen jumlah mereka tinggal 600 orang yang ada di dalam
tembok kota batavia pasca pembantaian
kali angke.
Setelah peristiwa kali angke, orang-orang cina di mobilisasi
ke kawasan Pecinan (Glodok).
Hal itu dilakukan supaya Pemerintah VOC bisa
mengawasi keberadaan mereka.
Hingga saat ini Keberadaan orang-orang cina dan
keturunannya banyak di kawasan Glodok.
Hingga
kini masyarakat keturunan cina menjadi bagian dari masyarakat kota Jakarta dan
memainkan peran penting dalam ekonomi kota jakarta.
*Diambil
dari :
buku
Jakarta 400 karya Susan Blackburn
buku Kehidupan Sosial di batavia karya Gelman
Taylor
Semoga
Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar