Rabu, 30 November 2016

Banjir Batavia tahun 1918

 






Ketika Banjir melanda Batavia Tahun 1918

 

 

 















Hujan menggempur Batavia sepanjang Januari-Februari 1918. Selama 22 hari.


Kota yang kini bernama Jakarta itu selalu diselimuti mendung. Matahari jarang menampakkan diri.


Akhirnya, pada 4 Februari, Weltevreden (kini di sekitar Lapangan Banteng) tergenang. Ribuan warga mengungsi ke wilayah yang lebih tinggi. Lalu, permukiman Tanah Tinggi, Kampung Lima, Kemayoran Belakang, Glodok, dan daerah-daerah lain juga turut tergenang.


Air mencapai 1,5 meter di beberapa tempat.Inilah salah satu banjir terbesar selama masa kolonial Belanda. Banjir dahsyat lain terjadi pada 1621.


Ironisnya, pada masa tersebut, pemerintah kolonial Batavia baru saja menuntaskan pembangunan beberapa kanal untuk 'menjinakkan' aliran Sungai Ciliwung.



Pada 1878, hujan turun lebih lama ketimbang 1918. Pada waktu itu, 40 hari turun hujan terus-menerus hingga genteng rumah hancur. Tapi banjir yang datang tidak sebesar banjir 1918.



Pada banjir 1918, rumah-rumah di Pasar Baru, Gereja Katedral, dan Molenvliet (sekarang Lapangan Monas) menjadi lokasi pengungsian.



sekolah, Holl China School di Pinangsia dan Tiong Hoa Lie Hak Hauw di Blandongan diliburkan karena air masuk kelas.



Banyak rumah siswa pun kebanjiran. "Untuk memperlancar jalannya air, pintu air di Batavia dan Weltevreden dibuka.



Namun, tindakan itu tidak bisa mengatasi derasnya air yang masuk ke permukiman," tulis Restu Gunawan dalam buku Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa.Air juga merambah ke Batavia bagian barat karena bendungan Sungai Grogol jebol.


Toko-toko warga Tionghoa di Tambora dan Grogol terendam. Perahu kecil dikerahkan sebagai sarana transportasi.



Banjir juga menyebabkan sarana transportasi publik rusak. Trem listrik tak bisa melintas lantaran remnya tergenang.


Di tempat lain, trem tak berfungsi karena mesinnya terkena air. Mogoknya trem membuat tukang delman kebanjiran rezeki. 




Namun, tak semua tukang delman meraup untung. Sebagian tak bisa bekerja karena rumah mereka juga kebanjiran






Diambil dari :






Restu Gunawan, buku Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar