Ketika Banjir melanda Batavia Tahun 1918
Hujan
menggempur Batavia sepanjang Januari-Februari 1918. Selama 22 hari.
Kota
yang kini bernama Jakarta itu selalu diselimuti mendung. Matahari jarang
menampakkan diri.
Akhirnya,
pada 4 Februari, Weltevreden (kini di sekitar Lapangan Banteng) tergenang.
Ribuan warga mengungsi ke wilayah yang lebih tinggi. Lalu, permukiman Tanah
Tinggi, Kampung Lima, Kemayoran Belakang, Glodok, dan daerah-daerah lain juga
turut tergenang.
Air
mencapai 1,5 meter di beberapa tempat.Inilah salah satu banjir terbesar selama
masa kolonial Belanda. Banjir dahsyat lain terjadi pada 1621.
Ironisnya,
pada masa tersebut, pemerintah kolonial Batavia baru saja menuntaskan
pembangunan beberapa kanal untuk 'menjinakkan' aliran Sungai Ciliwung.
Pada
1878, hujan turun lebih lama ketimbang 1918. Pada waktu itu, 40 hari turun
hujan terus-menerus hingga genteng rumah hancur. Tapi banjir yang datang tidak
sebesar banjir 1918.
Pada
banjir 1918, rumah-rumah di Pasar Baru, Gereja Katedral, dan Molenvliet
(sekarang Lapangan Monas) menjadi lokasi pengungsian.
sekolah,
Holl China School di Pinangsia dan Tiong Hoa Lie Hak Hauw di Blandongan
diliburkan karena air masuk kelas.
Banyak
rumah siswa pun kebanjiran. "Untuk memperlancar jalannya air, pintu air di
Batavia dan Weltevreden dibuka.
Namun,
tindakan itu tidak bisa mengatasi derasnya air yang masuk ke permukiman,"
tulis Restu Gunawan dalam buku Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir
Jakarta dari Masa ke Masa.Air juga merambah ke Batavia bagian barat karena
bendungan Sungai Grogol jebol.
Toko-toko
warga Tionghoa di Tambora dan Grogol terendam. Perahu kecil dikerahkan sebagai
sarana transportasi.
Banjir
juga menyebabkan sarana transportasi publik rusak. Trem listrik tak bisa
melintas lantaran remnya tergenang.
Di
tempat lain, trem tak berfungsi karena mesinnya terkena air. Mogoknya trem
membuat tukang delman kebanjiran rezeki.
Namun,
tak semua tukang delman meraup untung. Sebagian tak bisa bekerja karena rumah
mereka juga kebanjiran
Diambil
dari :
Restu Gunawan, buku Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir
Jakarta dari Masa ke Masa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar