Senin, 26 Desember 2016

Multikulturalisme dan heterogenitas di jakarta tempo dulu






     Multikulturalisme dan heterogenitas di jakarta tempo dulu

















Abad 19 merupakan masa-masa damai bagi masyarakat kota Jakarta tempo dulu atau yang dikenal dengan Batavia. 






Walaupun ada keributan, tidak ada konflik besar yang berarti, hanya seperti perselisihan-perselisihan kecil  antara golongan pribumi dengan golongan eropa atau orang-orang cina dengan orang eropa.







Di masa inilah terjadi percampuradukan budaya atau akulturasi budaya yang menyerap diantara masyarakat Batavia yang berciri multikultural dan heterogen.







Penghuni kota Batavia, selain adanya orang-orang Eropa dan belanda, orang eurasia,  orang cina, orang portugis hitam atau yang dikenal dengan orang mardjiker.







orang-orang Eurasia yang merupakan percampuran antara orang Eropa dan Asia. 



Orang Pribumi dari berbagai suku di nusantara juga menjadi bagian etnisitas kota Batavia.





yang eksistensi mereka terlihatt dari banyak nama kampung di jakarta, seperti kampung ambon, kampung bali, dsb. 




Banyaknya etnis dan budaya kadangkala menyerap di sebagian budaya dalam masyarakat di kota tersebut.







Orang-orang Eurasia pun banyak menyerap tradisi-tradisi melayu dan pribumi lokal. 





Begitu juga orang-orang pribumi yang tidak segan ikut dalam perayaan-perayaan cina seperti perayaan cap Gomeh yang diadakan setiap tahunnya.





Perayaan cap Gomeh yang biasa dilakukan oleh orang tionghoa setiap tahunnya, ternyata juga diikuti sebagian masyarakat Pribumi.







Kaum wanita dari kalangan Eropa dan Belanda memakai pakaian kebaya dan kain seperti layaknya orang pribumi , Terutama ketika di rumah.







Hal inilah yang membuat istri dari Gubernur jenderal Thomas Stamford Raffles protes. 






Ia beranggapan bahwa wanita Eropa harus tampil elegan dan memakai pakaian selayaknya wanita Eropa. Nyonya Raffles mengajak kaum wanita Eropa di Batavia untuk memakai pakaian eropa.





 Tetapi usaha nyonya Raffles tampaknya sia-sia, karena masih banyak wanita eropa di Batavia yang memakai kebaya dan kain layaknya perempuan pribumi. Kebaya yang mereka kenakan umumnya berwarna putih.







Orang-orang Eurasia pun mempelajari tari dan dendang melayu, tampaknya seni khas melayu menarik sejumlah orang eurasia di batavia Untuk mempelajarinya.





selain itu ada juga diantara mereka yang mempelajari seni gambus Arab dengan permainan alat musik yang berbentuk seperti mandolin.





ada juga diantara orang Eurasia yang belajar musik keroncong yang kadangkala di lombakan atau dikompetisikan di kota Batavia.







Orang-orang Eurasia juga menyenangi makanan-makanan yang dijual oleh orang pribumi seperti kacang goreng, kue-kue dan mereka memakannya sambil berjalan-jalan di sore hari.







Ya kota jakarta tempo dulu memang terkenal dengan multikulturalitasnya dengan penduduknya yang berciri heterogenitas bahkan hingga sampai masa kini.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar