Alasan Jumlah kaum wanita eropa di batavia sangat sedikit
Batavia
atau jakarta tempo dulu, merupakan kota yang berjuluk "ratu dari
timur" (queen of the east).
Seperti
apa yang dikatakan oleh banyak sejarahwan seperti Alwi Shahab dalam
karya-karyanya.
Berbagai
macam bangsa, suku, ras atau bahkan etnis pernah menjadi bagian dari masyarakat
jakarta pada masa lampau.
Jumlah
penduduk batavia pada masa lampau adalah orang-orang belanda, masyarakat eropa,
masyarakat cina tionghoa, kaum mardjiker atau yang disebut dengan orang
portugis hitam serta orang-orang dari berbagai suku di nusantara.
Keberagaman
serta heterogonitas menjadi ciri khas jakarta sejak masa lampau.
Menurut
data dan statistik kependudukan di batavia yang dikeluarkan oleh pemerintahan
VOC belanda, jumlah penduduk batavia tahun 1673 adalah sekitar 275.000 orang.
Dari jumlah penduduk Yang terdiri dari
berbagai etnis,suku bangsa serta ras tumpah ruah dalam masyarakat kota batavia.
tetapi
dari keseluruhan jumlah penduduk, jumlah kaum wanita eropa di kota batavia
selalu lebih sedikit dibandingkan dengan kaum wanita dari kalangan tionghoa
atau kaum wanita dari kalangan lainnya. Apa alasannya ?
Kita
bisa mengatahui hal tersebut melalui fakta sejarah pada masa lampau.
disebutkan
dalam beberapa sumber, seperti buku kehidupan sosial di batavia karya Gelman
Taylor,
bahwa
pada masa itu tidak seperti zaman sekarang, perjalanan laut dari eropa menuju
batavia merupakan perjalanan yang berbahaya.
setidaknya
butuh waktu kurang lebih 6 bulan agar orang-orang eropa dapat menjejakan
kakinya di kota batavia.
hal
tersebut menjadi hal yang sangat sulit, karena pembukaan terusan suez belum
dilakukan.
Sehingga
perjalanan kapal dari eropa menuju batavia harus melewati perairan di sepanjang
benua afrika serta butuh hari beratus-ratus hari.
perjalanan kapal pada masa lalu merupakan
perjalanan yang berbahaya. Belom lagi ancaman perompak, bajak laut, badai, atau
kesalahan navigasi yang berakibat fatal bagi pelayaran.
seperti
kisah-kisah dari seorang ahli bedah belanda yang bernama de graff, perjalanan
kapal penuh resiko.
bahkan de graff menuturkan ketika ia pergi ke
batavia dari eropa dengan menumpang sebuah kapal, hampir sepertiga jumlah
penumpang kapal tersebut tewas diatas kapal. .
Sehingga
saat itu orang-orang belanda dan eropa
yang pergi ke batavia atau bertugas tidak membawa istri serta anak. Membawa
anak dan istri adalah resiko yang berbahaya.
Kisah
de graaf, ahli bedah Dari belanda
De
graff, seorang ahli bedah, ia pernah mengunjungi batavia dari eropa dan banyak
menuliskan catatan perjalanannya tentang banyaknya kematian dari orang-orang
belanda dan eropa.
seorang
ahli bedah yang bernama de graaf pernah mengunjungi Batavia dari belanda. ia
bersama dengan kurang lebih 300 orang berangkat dengan menggunakan kapal besar
ke batavia.
terusan
Suez belum Ada Dan dibuka
pada
masa itu belum ada terusan suez sehingga perjalanan kapal laut membutuhkan
waktu sedikitnya 6 bulan berada diatas kapal laut.
Saat
itu perjalanan kapal harus melewati perairan afrika. Mulai perairan afrika
barat, perairan afrika selatan hingga tanjung harapan dan melewati perairan
afrika timur lalu menuju ke india.
tampaknya
rute laut tersebut telah lama digunakan oleh orang-orang eropa untuk sampai ke
india. Penemuan jalur laut itu terjadi sekitar abad ke akhit abad ke 15 oleh
vasco da gama.
terusan
Suez baru dibuka pada sekitar akhir Abad ke 19 atas upaya dari Ferdinand de
leppez. sehingga pelayaran dari Eropa menuju ke "Dunia timur" masih
penuh kesukaran.
Lebih
lanjut menurut de graff, Dalam perjalanan laut tersebut, penumpang kapal
terserang wabah penyakit. Hingga terjadi korban tewas diatas kapal. Dari 300
penumpang diatas kapal, korban tewas hingga mencapai 85 orang.
belum
lagi sebagian penumpang diatas kapal mengalami kegilaan atau ganguan jiwa.
Hal tersebut karena lamanya perjalanan kapal
yang membutuhkan waktu menyebabkan beberapa penumpang kehilangan kewarasannya.
sebagian
penumpang yang gila tersebut harus diikat di tempat tidur. Tujuannya adalah
untuk tidak menganggu penumpang lainnya yang masih waras.
Ketika
kapal telah sampai dibatavia, tidak
jarang dari penumpang kapal tersebut yang tewas setelah berhari-hari berada di
batavia.
Jadi
perjalanan penuh bahaya, tantangan itulah yang membuat orang-orang belanda
enggan untuk mengajak istri mereka dalam perjalanan ke Batavia.
Banyak dari kalangan belanda dan eropa yang
pergi ke batavia tanpa membawa istri. Hal tersebut berpengaruh pada jumlah kaum
wanita eropa di batavia termasuk kaum wanita Belanda di batavia.
seperti
yang dikatakan dalam buku "sejarah jakarta 400 tahun" karya susan Blackburn.
jarang
bila ada orang-orang belanda atau eropa yang pergi ke batavia membawa anak
serta istri.
menurut
beberapa sumber hal inilah yang membuat adanya kaum pria eropa menikah dengan
wanita pribumi, atau maraknya pelacuran di jakarta pada masa lampau diantara
oramg-orang eropa karena faktor ini.
Lokalisasi
tempat pelacuran di batavia sudah muncul sejak lama di kota yang berjuluk
"Ratu dari timur" tersebut.
Menurut
data dan statistik kependudukan batavia, jumlah orang-orang belanda dan eropa
sedikit di kota tersebut, apalagi jumlah kaum wanitanya lebih sedikit lagi.
Sumber
Diambil dari. :
Gelman
Taylor, kehidupan sosial di Batavia
Betawi,
queen of the east, alwi shahab.
Susan
Blackburn, Jakarta 400 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar