kisah Pangeran kornel, bupati sumedang penentang jenderal guntur
patung daendles yang bersalaman dengan bupati sumedang
Sebelum kedatangan bangsa belanda, di
pulau jawa belum ada jalan yang menghubungkan antar wilayah .
Perjalanan dari jakarta sampai
surabaya ditempuh selama 14 hari. bila musim hujan medan perjalanan lebih berat
lagi,
Herman Willem Daendles, Gubernur
Jenderal belanda yang berkuasa antara tahun 1808-1811 adalah Gubernur Gubernur
Jenderal bertangan Besi yang dikenal sebagai pembuat jalan raya Anyer-
Panarukan.
Pada masa pemerintahannya ia memerintahkan
para bupati yang merupakan orang jawa untuk membangun jalan dari Anyer di barat
pulau Jawa hingga panarukan di jawa timur.
Pembangunannya itu memakan waktu 1
tahun hingga pada pertengahan tahun 1809 jalan sepanjang 1000 kilometer itu
selesai dibangun.
Pembangunan jalan tersebut
mengakibatkan korban jiwa hingga ribuan penduduk pribumi tewas selama kurun
waktu pelaksanaan pembangunan jalan tersebut.
Pada masa pemerintahannya, ia dikenal
sebagai diktator bertangan besi, jenderal Guntur. Tetapi yang unik ia dipanggil
dengan sebutan “Mas Galak” oleh sebagian orang jawa dan sunda.
Penyebutan itu karena rata-rata orang
jawa dan sunda tidak mengerti gelar dari sang Gubernur Jenderal yakni
“Marschaalk” Herman Willem Daendles.
Jadi karena rata-rata dari mereka tidak bisa
menyebutkan kata “marschaalk” jadi panggilan itu berubah menjadi Mas Galak.
Gubernur Jenderal inilah yang
memindahkan pusat pemerintahan Belanda dari Oud Batavia, Batavia lama atau kota
tua Jakarta ke kawasan weltervreden,
sekitar silang monas dan lapangan
banteng.Pemerintahan Herman Willem Daendles tidak berlangsung lama karena pada
masa pemerintahannya banyak terjadi pelanggaran terhadap kebijakan-kebijakan
Belanda.
kekuasaannya hanya berlangsung 3
tahun sebelum pada akhirnya posisinya digantikan oleh wilem jansess tahun 1811.
jalan setapak yang melewati kawasan
perbukitan dan pegunungan memaksa para pejalan melewati berminggu-minggu untuk
menempuh jalan dari jakarta sampai surabaya.
perjalanan dengan menggunakan kapal
lebih banyak dilakukan, ketimbang melewati jalan setapak lewat perbukitan.
Maka Gubernur Jenderal herman willem
daendles (1808-1811) membuat proyek pembangunan jalan sepanjang pulau Jawa.
proyek tersebut dimulai ketika pada mei 1808,
Jenderal guntur tersebut
memerintahkan para bupati agar membangun jalan di sepanjang Pulau jawa.
Pada bulan juli 1808 Daendles juga bertemu
dengan para bupati di semarang untuk proyek jalan tersebut.
Jalan raya anyer panarukan yang
terbentang di sepanjang pulau jawa, pembangunan jalan sepanjang 1000 km itu
ternyata merebut nyawa bagi orang-orang pribumi di jawa.
Timbul korban jiwa yang sangat
banyak, seperti di daerah megamendung, wabah penyakit, medan pembangunan jalan
yang berat melewati hutan dan perbukitan menewaskan beratus-ratus orang dari
pekerja rodi.
Di Sumedang, Pembangunan jalan lebih
sukar dikarenakan batuan cadas yang ada di kawasan tersebut memaksa ribuan
pekerja tewas selama pembangunan proyek jalan .
Hal itulah yang membuat marah
pangeran kornel, bupati sumedang.
Maka ketika bertemu atasannya,
Gubernur jenderal Herman willem daendles sang jenderal guntur, bupati sumedang
menyalami daendles dengan tangan kirinya dan tangan kanannya memegang keris.
Daendles merasa tertantang oleh
bawahannya, ia sangat marah.
Sang Gubernur jenderal merasa
ditantang oleh bawahannya sendiri. Ia tidak bisa menerima perlakuan sang bupati
yang merupakan bawahannya. apalagi daendles adalah seorang diktator, banyak
yang membencinya. bahkan bawahannya yang merupakan orang-orang belanda
membencinya karena sifatnya yang keras.
Tetapi setelah mendengar penjelasan
bahwa telah banyak rakyat sumedang yang menjadi korban proyek jalan Anyer
panarukan itu, Daendles memakluminya dan amarahnya pun reda.
Sampai sekarang kisah sang bupati
yang menentang Jenderal Guntur masih tertera dalam berbagai literatur. Di
buku-buku berbahasa indonesia dan cerita rakyat secara turun-temurun.
Korban Dari pembangunan jalan
tersebut banyak terjadi di sekitar pantai utara jawa dan megamendung.
Di megamendung, menurut keterangan
Dari buku ekspedisi anyer panarukan bahwa korban just disebabkan adanya
pembangunan jalan yang menanjak Dan berkelok menerobos kawasan hutan.
Selain itu akibat penyakit yang
melanda pada pekerja Dan penyelewengan yang dilakukan oleh petinggi belanda dikawasan tersebut
Meskipun sejarahwan Universitas
Indonesia, Djoko Marihandono mengatakan peristiwa itu tidak ada dalam
arsip-arsip yang tersimpan di negeri belanda atau hanya semacam "cerita
Rakyat" yang beredar secara turun temurun di kalangan kaum pribumi.
zaman penjajahan di tanah jawa
1619-1799- dijajah oleh VOC
perusahaan Hindia Timur
kompeni
1808-1811 - dibawah belanda-prancis
(kisah pangeran kornel)
1811-1816 - dibawah pemerintahan
Inggris
1816-1942 -- dibawah pemerintahan
Belanda
1942-1945 - dibawah pemerintahan
Jepang
Sebelum kedatangan bangsa belanda, di
pulau jawa belum ada jalan yang menghubungkan antar wilayah .
Perjalanan dari jakarta sampai
surabaya ditempuh selama 14 hari. bila musim hujan medan perjalanan lebih berat
lagi,
Herman Willem Daendles, Gubernur
Jenderal belanda yang berkuasa antara tahun 1808-1811 adalah Gubernur Gubernur
Jenderal bertangan Besi yang dikenal sebagai pembuat jalan raya Anyer-
Panarukan.
Pada masa pemerintahannya ia memerintahkan
para bupati yang merupakan orang jawa untuk membangun jalan dari Anyer di barat
pulau Jawa hingga panarukan di jawa timur.
Pembangunannya itu memakan waktu 1
tahun hingga pada pertengahan tahun 1809 jalan sepanjang 1000 kilometer itu
selesai dibangun.
Pembangunan jalan tersebut
mengakibatkan korban jiwa hingga ribuan penduduk pribumi tewas selama kurun
waktu pelaksanaan pembangunan jalan tersebut.
Pada masa pemerintahannya, ia dikenal
sebagai diktator bertangan besi, jenderal Guntur. Tetapi yang unik ia dipanggil
dengan sebutan “Mas Galak” oleh sebagian orang jawa dan sunda.
Penyebutan itu karena rata-rata orang
jawa dan sunda tidak mengerti gelar dari sang Gubernur Jenderal yakni
“Marschaalk” Herman Willem Daendles.
Jadi karena rata-rata dari mereka tidak bisa
menyebutkan kata “marschaalk” jadi panggilan itu berubah menjadi Mas Galak.
Gubernur Jenderal inilah yang
memindahkan pusat pemerintahan Belanda dari Oud Batavia, Batavia lama atau kota
tua Jakarta ke kawasan weltervreden,
sekitar silang monas dan lapangan
banteng.Pemerintahan Herman Willem Daendles tidak berlangsung lama karena pada
masa pemerintahannya banyak terjadi pelanggaran terhadap kebijakan-kebijakan
Belanda.
kekuasaannya hanya berlangsung 3
tahun sebelum pada akhirnya posisinya digantikan oleh wilem jansess tahun 1811.
jalan setapak yang melewati kawasan
perbukitan dan pegunungan memaksa para pejalan melewati berminggu-minggu untuk
menempuh jalan dari jakarta sampai surabaya.
perjalanan dengan menggunakan kapal
lebih banyak dilakukan, ketimbang melewati jalan setapak lewat perbukitan.
Maka Gubernur Jenderal herman willem
daendles (1808-1811) membuat proyek pembangunan jalan sepanjang pulau Jawa.
proyek tersebut dimulai ketika pada mei 1808,
Jenderal guntur tersebut
memerintahkan para bupati agar membangun jalan di sepanjang Pulau jawa.
Pada bulan juli 1808 Daendles juga bertemu
dengan para bupati di semarang untuk proyek jalan tersebut.
Jalan raya anyer panarukan yang
terbentang di sepanjang pulau jawa, pembangunan jalan sepanjang 1000 km itu
ternyata merebut nyawa bagi orang-orang pribumi di jawa.
Timbul korban jiwa yang sangat
banyak, seperti di daerah megamendung, wabah penyakit, medan pembangunan jalan
yang berat melewati hutan dan perbukitan menewaskan beratus-ratus orang dari
pekerja rodi.
Di Sumedang, Pembangunan jalan lebih
sukar dikarenakan batuan cadas yang ada di kawasan tersebut memaksa ribuan
pekerja tewas selama pembangunan proyek jalan .
Hal itulah yang membuat marah
pangeran kornel, bupati sumedang.
Maka ketika bertemu atasannya,
Gubernur jenderal Herman willem daendles sang jenderal guntur, bupati sumedang
menyalami daendles dengan tangan kirinya dan tangan kanannya memegang keris.
Daendles merasa tertantang oleh
bawahannya, ia sangat marah.
Sang Gubernur jenderal merasa
ditantang oleh bawahannya sendiri. Ia tidak bisa menerima perlakuan sang bupati
yang merupakan bawahannya. apalagi daendles adalah seorang diktator, banyak
yang membencinya. bahkan bawahannya yang merupakan orang-orang belanda
membencinya karena sifatnya yang keras.
Tetapi setelah mendengar penjelasan
bahwa telah banyak rakyat sumedang yang menjadi korban proyek jalan Anyer
panarukan itu, Daendles memakluminya dan amarahnya pun reda.
Sampai sekarang kisah sang bupati
yang menentang Jenderal Guntur masih tertera dalam berbagai literatur. Di
buku-buku berbahasa indonesia dan cerita rakyat secara turun-temurun.
Korban Dari pembangunan jalan
tersebut banyak terjadi di sekitar pantai utara jawa dan megamendung.
Di megamendung, menurut keterangan
Dari buku ekspedisi anyer panarukan bahwa korban just disebabkan adanya
pembangunan jalan yang menanjak Dan berkelok menerobos kawasan hutan.
Selain itu akibat penyakit yang
melanda pada pekerja Dan penyelewengan yang dilakukan oleh petinggi belanda dikawasan tersebut
Meskipun sejarahwan Universitas
Indonesia, Djoko Marihandono mengatakan peristiwa itu tidak ada dalam
arsip-arsip yang tersimpan di negeri belanda atau hanya semacam "cerita
Rakyat" yang beredar secara turun temurun di kalangan kaum pribumi.
zaman penjajahan di tanah jawa
1619-1799- dijajah oleh VOC
perusahaan Hindia Timur
kompeni
1808-1811 - dibawah belanda-prancis
(kisah pangeran kornel)
1811-1816 - dibawah pemerintahan
Inggris
1816-1942 -- dibawah pemerintahan
Belanda
1942-1945 - dibawah pemerintahan
Jepang
* Sumber banyak diambil dari buku ekspedisi Anyer-Panarukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar